Senin 31 Oct 2016 13:00 WIB

Santri Nonton Film Santri

Suasana saat pemutaran film film dokumenter “Jalan Dakwah Pesantren”
Foto: CLC Purbalingga
Suasana saat pemutaran film film dokumenter “Jalan Dakwah Pesantren”

REPUBLIKA.CO.ID, PURBALINGGA -- “Saya merasa bangga menjadi santri setelah menonton film ini,” tegas Zaki Maftukhan santri Pondok Pesantren Salafiyah Desa Karangasem, Kecamatan Kertanegara, Purbalingga usai menonton film dokumenter “Jalan Dakwah Pesantren” sutradara Yuda Kurniawan Ahad malam, 30 Oktober 2016 di pelataran pesantren yang sudah berdiri sejak 1985.

 

Film berdurasi 37 menit itu berkisah sejarah panjang lembaga pendidikan berciri khas keagamaan yang lekat dengan lokalitas dan beragam tradisi serta budaya di Indonesia bernama pondok pesantren. Pesantren selalu berdialog dengan keadaan dan telah menjadi bagian dari peradaban dunia.

 

Sebelumnya, film yang diproduksi Kementerian Agama RI, Rekam Docs, dan 1926 ini telah diputar dan menjadi bahan diskusi keliling Pulau Jawa di puluhan pondok pesantren, kampus, dan kantong-kantong pergerakan seperti di Universitas Negeri Jakarta, Ponpes Cipasung Tasikmalaya, Ponpes Babakan Ciwaringin Cirebon, Ponpes Al-Azhar Muncar Banyuwangi, dan Stadion Maguwoharjo Yogyakarta.

 

Sebagai pembuka, diputar film-film pendek produksi Ponpes Salafiyah yang memancing antusias penonton. Usai pemutaran yang difasilitasi CLC Purbalingga ini digelar diskusi yang menghadirkan sutradara Yuda Kurniawan dan pengasuh Ponpes Salafiyah Gus Mansur Awit.

 

Dihadapan para santri dan warga sekitar pesantren, Yuda menceritakan pengalamannya selama proses produksi film yang diproduseri Hamzah Sahal ini. Menurutnya, ia sangat menikmati proses produksi dokumenter ini. “Biasanya saya bikin dokumenter ingin cepat selesai, untuk film ini sebaliknya, saya sangat menikmati,” terangnya.

 

Sementara Gus Awit menjawab pertanyaan dari salah satu peserta diskusi terkait bagaimana peran pondok pesantren menanggapi kelompok-kelompok Islam garis keras. Pengasuh pesantren yang sempat mengenyam pendidikan di Al-Azhar Kairo Mesir ini, mengatakan santri sekarang harus lebih terbuka terhadap dunia luar agar mempunyai strategi berdakwah yang menyejukan dan efisien.

 

“Ini menjadi tantangan dan tanggung jawab para santri harus tahu bagaimana sejarah dakwah Islam masuk Nusantara. Kemudian memanfaatkan teknologi internet, setidaknya untuk mengimbangi dakwah-dakwah versi wahabi yang sudah terlebih dahulu menggunakan teknologi itu,” jelas Mansur Awit.

 

Setelah singgah di Purbalingga, “Jalan Dakwah Pesantren” kembali berjalan menyambangi penontonnya yaitu mahasiswa IAIN Purwokerto dan santri di Ponpes Al Ihya Ulumaddin Cilacap.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement