Selasa 25 Oct 2016 12:06 WIB

Media Sosial Pacu Penjualan Busana Muslim

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Andi Nur Aminah
Model memperagakan busana Muslim yang dijual di Zalora.
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Model memperagakan busana Muslim yang dijual di Zalora.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Busana Muslim sepertinya kini menjadi bisnis yang menjanjikan. Penjualan busana tersebut terus mencetak tren positif. Bahkan busana Muslim diprediksi akan jadi arus utama.

Produsen mode kelas dunia semisal Dolce & Gabbana pun tak mau ketinggalan. Rumah mode yang berbasis di Milan, Italia itu telah meluncurkan busana abaya dan hijab awal tahun ini.

Penghasil produk fashion itu bahkan mendapatkan sambutan positif dari pasar ritel mereka di Turki. Lain lagi tren penjualan label Modanisa di Prancis yang juga meningkat 30 hingga 35 persen.

Padahal Prancis merupakan negara yang melarang penggunaan burkini. Kendati, isu tentang busana Muslim atau yang biasa disebut modest fashion, secara positif atau negatif memicu pertumbuhan industri. "Saat orang-orang bicara soal burkini, mereka justru membelinya," kata Pendiri Modanisa Turki, Kerim Ture dalam Global Islamic Economic Summit seperti dikutip Reuters beberapa waktu lalu.

Media sosial hingga saat ini menjadi salah satu faktor pendukung pertumbuhan industri modest fashion tersebut.  Instagram menjadi kanal promosi paling efektif untuk menjual busana Muslim ketimbang media sosial lainnya.

Ture menyatakan Instagram masih jadi kanal promosi utama Modanisa dengan 509 ribu pengikut. Meskipun laman Facebook mereka pun tak kurang diikuti oleh dua juta orang.

Facebook, dia mengatakan, menjadi pembuka pintu bisnis Modanisa. Namun, biaya di Facebook terus meningkat. Maka Modanisa tentu harus mencari kanal lain yang lebih efektif bagi konsumennya. "Media sosial sangat memicu perkembangan industri ini. Saat ini, konsumen kami bisa dibilang organik," akunya.

Senada dengan Ture, pendiri SohaMT Collection, Soha Mohamed Taha mengatakan media sosial merupakan kanal tepat untuk memasarkan busana Muslim bagi para pebisnis pemula. Bedanya, SohaMT Collection juga memanfaatkan Snapchat selain Instagram. Dia mengatakan, Snapchat saat ini menjadi media sosial yang tak bisa diabaikan.

Dia mengatakan, Snapchat memungkinkan pengguna untuk membagi video dengan mudah, melacak seberapa banyak orang melihat video itu dan sangat interaktif. "Saat orang melihat apa yang saya pakai dan model itu mudah divariasikan dengan gaya berbeda. Mereka akan cenderung membeli produk ini. Pesan visual sangat memengaruhi," ungkap Taha.

Namun, Taha masih merekomendasikan penggunaan Instagram untuk para pengusaha mode pemula. Karena di sana mereka bisa mencari basis pengikut.

Sementara, menurut laporan statistik The Global Islamic Economy pada 2015-2016, konsumen menghabiskan sekitar 230 miliar dolar Amerika untuk pakaian. Dan itu diprediksi akan terus bertumbuh pada tahun 2019 sekitar 327 miliar dolar Amerika.

Angka itu membuat label semisal of Zara, Louis Vuitton, Gucci and H&M mulai melirik pasar yang terus tumbuh. Brand kenaman dunia itu disebut-sebut segera meluncurkan koleksi untuk menyasar pasar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement