Senin 26 Sep 2016 08:34 WIB

Ma'nene, Ritual 'The Walking Dead' di Toraja Indonesia

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Indira Rezkisari
Warga memperlihatkan jenazah kerabat mereka yang telah diawetkan saat ritual adat Ma'nene di Pekuburan Balle, Kec. Rinding Allo, Toraja Utara, Sulawesi Selatan, Rabu (26/8). Ritual Ma'nene yang diselenggarakan setiap Agustus seusai musim panen.
Foto: Antara
Warga memperlihatkan jenazah kerabat mereka yang telah diawetkan saat ritual adat Ma'nene di Pekuburan Balle, Kec. Rinding Allo, Toraja Utara, Sulawesi Selatan, Rabu (26/8). Ritual Ma'nene yang diselenggarakan setiap Agustus seusai musim panen.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masyarakat Toraja di Provinsi Sulawesi Selatan memiliki ritual tahunan unik yang bisa memukai wisatawan, khususnya wisatawan mancanegara. Tradisi adat ini diadakan setiap tiga tahun sekali, biasanya Agustus.

Ritual ini bernama Ma'nene yang sering disebut 'Mayat Berjalan,' persis seperti adegan zombie 'The Walker' di film seri populer, The Walking Dead. Mayat-mayat yang telah disemayamkan bertahun-tahun di tebing kuburan batu dikeluarkan kembali, diberi pakaian, dan dibawa kembali ke rumah keluarganya.

Mayat ini akan diinapkan di rumah keluarganya selama semalam. Tradisi ini biasanya dilakukan oleh masyarakat lokal di Kecamatan Baruppu.

Dilansir dari Unrealfacts, Senin (26/9), masyarakat percaya bahwa setelah kematian, arwah saudara mereka yang telah meninggal masih bersama mereka. Itulah mengapa jasad orang yang telah meninggal dikeluarkan dari kuburan batunya setiap tiga tahun.

Suami atau istri yang ditinggal mati pasangannya, menurut kepercayaan adat setempat tidak boleh menikah lagi sebelum mengadakan Ma'nene. Mereka masih dianggap pasangan suami istri sah sebelum melaksanakan Ma'nene. Salah satunya baru boleh menikah lagi setelah melakukan Ma'nene.

Ma'nene awal mulanya dikisahkan seorang pemburu binatang bernama Rong Rumasek. Pria ini suatu hari berburu ke hutan di Pegunungan Balla dan menemukan jasad seorang yang meninggal dunia dengan kondisi mengenaskan.

Pong Rumasek tergugah dan dia pun membawa jasad itu dibungkus dengan baju yang dipakainya. Sejak kejadian itu, Pong Rumasek hidup sejahtera karena dia selalu mudah mendapatkan hewan buruan, tanaman pertaniannya panen dengan hasil melimpah, dan dia selalu mudah mendapatkan buah-buahan di hutan.

Pong Rumasek menyadari bahwa jasad orang yang meninggal dunia harus tetap dimuliakan. Tradisi ini kemudian turun temurun diwariskan ke generasi berikutnya.

Ma'nene sekarang mulai ditinggalkan, namun masih dilakukan oleh masyarakat Toraja, khususnya yang hidup di pedalaman. Hal yang sangat mengejutkan adalah mayat-mayat tersebut kebanyakan masih utuh, padahal tidak diawetkan atau dibalsem sama sekali. Hal itu terlihat dari mayat-mayat yang disimpan di Gua Sillanang. Gua tersebut seperti mengandung zat khusus yang bisa mengawetkan mayat manusia.

Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement