REPUBLIKA.CO.ID, Membuat busana dari bahan tenun tentu tidak mudah. Apalagi menyatukan dua motif dalam satu busana. Rasanya agak sulit dilakukan, karena setiap motif memiliki makna yang berbeda dengan motif lainnya.
Menurut Pemilik Butik Levico, Julie Laiskodat, yang juga pecinta kain tenun NTT, masing-masing kabupaten memiliki motif berbeda. Memadukan dua motif, menurut dia, butuh satu kemampuan tersendiri karena tahap ini terbilang sulit.
"Jika desainer salah memotong, atau terbalik memotongnya, maka makna tenun tidak ada dan bisa melecehkan adat NTT. Selalu kolaborasi dengan desainer tentang tenun. Jadi desainer yang diajak kolaborasi perlu diceritakan motifnya," jelasnya kepada wartawan dalam konferensi pers Indonesian Talents Goes Global di Jakarta, Kamis (9/1).
Desainer muda berbakat Indonesia, Yurita Puji A, mengungkapkan kesulitannya mempadu-padankan tenun dalam satu koleksi busana. Menurutnya tenun ada berbagai macam bahannya. Ada yang bahannya lemas, ada yang agak kaku dan ada juga yang sedang. "Nah untuk nyambungnya harus tekstur yang sama. Karena kalau beda, di cuci juga jadi beda," ujarnya.
Kesulitan lainnya adalah mempadukan antar motif yang berbeda. Sehingga desainer harus bisa memotongnya serapi mungkin. "Sisa tenun tidak bisa digunakan. Berbeda dengan bahan biasa yang meteran. Kalau tenun per panel," ujarnya.
Sedangkan per panel ukurannya berbeda. Ketika hendak membuat rok mekar misalnya, dia menyebut bahan panel sulit digunakan untik desain lebar. "Jadi untuk mensiasatinya kita harus menggunakan bahan sama motif dan harus matching. Bisa menggunakan sisa tenun lama," tambahnya.
Menurutnya motif tengkorak tenun NTT paling sulit memotongnya. Karena ukurannya terbatas. Belum lgi bahannya agak mahal karena motif ini terbilang langka.