Kamis 04 Aug 2016 07:16 WIB

Filosofi Mendalam Sebuah Tampah

Rep: Zuli Istiqomah/ Red: Andi Nur Aminah
Aksi Teater Jarum dalam lakon Petuah Tampah
Foto: Zuli Istiqomah
Aksi Teater Jarum dalam lakon Petuah Tampah

REPUBLIKA.CO.ID, Tampah dalam bahasa Sunda biasa disebut 'Nyiru'. Sebuah alat tradisional yang khas masyarakat pribumi.

Tampah biasa digunakan sebagai alat dapur. Utamanya untuk memilah dan memilih beras. Memisahkan dari gabahnya untuk kemudian diperoleh hasil yang paling bagus untuk dimasak.

Dalam tradisi Jawa, tampah juga memiliki filosofi yang berarti nampa atau menerima. Pada beberapa peristiwa anak hilang di senjakala, menurut mitosnya karena diajak bermain makhluk halus. Tampah kemudian dijadikan alat tetabuhan oleh para tetangga sambil keliling kampung. Dan ditemukanlah si anak hilang tadi, tengah kebingungan terduduk di batang sebuah pohon besar. Terlepas percaya atau tidak, nyatanya tampah telah menjadi alat magis yang berguna bagi masyarakat.

Petuah Tampah berangkat dari penggambaran tentang perkembangan kepribadian seseorang di tengah-tengah masyarakat sosial saat ini. Menggabungkan nilai-nilai tradisi sebagai pijakan dan harapan ideal akan modernitas kekinian.

Nilai-nilai itulah yang diangkat oleh Teatar Djarum saat mementaskan lakon ‘Petuah Tampah’ yang digelar di Saung Angklung Udjo, Jalan Padasuka, beberapa waktu lalu. Sutradara Petuah Tampah, Asa Jatmiko ingin menyampaikan tampah merupakan filter (pembatas). Di mana dalam sebuah kehidupan, masyarakat harus memahami aturan dan batasan norma. Agar menjadi manusia yang bermartabat.

"Tampah menjadi pengingat proses ini memfilter. Kemudian pada kata bahasa jawa juga maknanya inti kehidupan adalah memfilter yang baik," kata Asa kepada Republika.co.id beberapa waktu lalu di Saung Angklung Udjo, Kota Bandung.

Inilah yang kemudian membuat tampah menjadi simbol di setiap adegan yang dimainkan. Frase-frase yang berubah selalu menghadirkan tampah sebagai properti utama dalam pertunjukan.

Asa menyebutkan dalam setiap kehidupan manusia selalu dihadapkan situasi yang berbeda. Kadang baik kadang buruk. Provokasi sekeliling yang membuat perilaku manusia pun berubah-ubah.

Hal ini yang dimaknainya bahwa tampah memiliki makna 'ke dalam' dan 'ke luar' bagi masyarakat kita. Pada pemaknaan ke dalam, Teater Djarum menyiratkan kembali perenungan akan tumbuh kembangnya kepribadian anak manusia. Di mana di dalam kehidupan bagaikan siklus atau cakra manggilingan (roda yang berputar) yang berdenyut, berkesinambungan dan terus hidup.

Sementara dalam pemaknaan 'ke luar' bagi masyarakat merupakan media bersosialisasi, bertegur-sapa, serta terjalinnya upaya saling membutuhkan dan saling menopang. Tampah menjadi alat yang mempertemukan secara langsung pribadi dengan banyak pribadi.

"Mitosnya kan kalau di Jawa, ada anak hilang kemudian masyarakat satu kampung itu beramai-ramai menabuhkan tampah. Nilainya adalah kepedulian masyarakat bareng-bareng mencari si anak," tutur Asa.

Tampah menjadi alat yang mempertemukan masyarakat secara langsung, pribadi dan bersamaan. Mengingatkan agar tidak kehilangan jati diri di jaman modern, yang berarti kita melupakan nilai leluhur sebagai pedoman menjalani kehidupan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement