REPUBLIKA.CO.ID, Pernahkah Anda mendengar paternoster? Jika belum, Anda cukup bayangkan sebuah lift terbuka yang bergerak tanpa henti ke atas atau ke bawah. Seperti itulah paternoster.
Seperti halnya lift, paternoster terdiri atas sebuah kompartemen kecil dan terbuka untuk memuat beberapa orang. Kompartemen kecil ini akan bergerak ke atas atau pun ke bawah tanpa henti dengan menggunakan rantai yang selalu berputar.
Tidak seperti lift yang memungkinkan kompartemen berhenti di lantai yang diinginkan penumpang, paternoster terus bergerak ke atas atau pun ke bawah. Satu-satunya cara bagi penumpang untuk turun di lantai yang mereka tuju ialah dengan melompat dari dalam kompartemen yang terus bergerak ke lantai yang ia tuju.
Agar tetap aman menggunakan paternoster, penumpang harus tetap awas dan waspada. Selain itu, penumpang juga harus memiliki perhitungan melompat yang tepat karena jika tidak, akan fatal akibatnya. Sedikit saja kesalahan saat melompat dari paternoster ke lantai yang dituju dapat membuat jari kaki penumpak patah, kehilangan tangan bahkan tewas.
Paternoster pertama kali diluncurkan di Dartford, Inggris, pada 1884. Tujuh tahun kemudian, hak paten paternoster dipegang oleh insinyur asal Inggris, Peter Hart.
Kepopuleran paternoster mulai terlihat di paruh pertama abad 21. Paternoster dapat ditemukan dengan mudah di berbagai gedung, mulai dari gedung kementerian hingga markas kepolisian.
Salah satu yang membuat paternoster populer ialah karena paternoster mampu memuat lebih banyak penumpang dibandingkan lift biasa. Selain itu, meski paternoster bergerak lebih lambat dari lift biasa, tidak ada jeda yang membuat penumpang harus menunggu saat menggunakan paternoster. Oleh karena itu, penggunaan paternoster untuk pergi dari satu lantai ke lantai lainnya relatif lebih cepat dibandingkan lift biasa.
Hanya saja, tak dapat dipungkiri bahwa paternoster telah menyebabkan terjadinya banyak kecelakaan sehingga harus dilarang penggunaannya pada 1974. Pelarangan ini membuat paternoster bisa dikatakan hampir punah sekarang. Hanya ada beberapa negara yang masih memiliki paternoster yang bisa dioperasikan yaitu Inggris, Denmark, Finlandia, Polandia, Hongaria, Swedia, Slovakia serta Republik Ceko dan Jerman. Di antara negara tersebut, Jerman memiliki jumlah paternoster yang masih beroperasi terbanyak, yaitu sekitar 230.
Pemerintah Jerman pada dasarnya telah melakukan setidaknya dua kali upaya untuk menutup seluruh perangkat mematikan ini di Jerman. Hanya saja, gerakan penolakan yang sangat kuat untuk mempertahankan mesin kuno ini tetap hidup membuat Pemerintah Jerman gagal.
"Anda tidak dapat benar-benar mencegah bahaya. Anda harus melarang mobil juga, karena tentu saja ada bahaya kecelakaan di situ. Lift ini merupakan bagian dari sejarah industri," ungkap salah satu penggemar paternoster seperti dilansir Amusing Planet.
(baca: Desa yang Tertutup Lautan Pasir, Shoyna)