Senin 28 Mar 2016 21:32 WIB

Teater Payung Hitam Padukan Ruh Nusantara di Taiwan

Pementasan Teater Payung Hitam di Taman Tainan, Taiwan, Sabtu (26/3).
Foto: Dok TPH
Pementasan Teater Payung Hitam di Taman Tainan, Taiwan, Sabtu (26/3).

REPUBLIKA.CO.ID, TAINAN -- Setelah diundang ke Taiwan September 2015, kemudian lanjut untuk melakukan workshop dan pentas bersama di Seattle, Amerika Serikat  pada tahun yang sama,  kali ini Teater Payung Hitam kembali pentas di Taiwan.

Rombongan Teater Payung Hitam kali ini diundang oleh Mizuiro Art Studio. Mereka terdiri dari Nugraha Bazier Susanto, Rusli Keleeng, Suyadi, IIyazza, Gaus FM, Sidik, Fajar Okto, Azhar dan Icha. 

Icha satu-satunya perempuan dalam rombongan Payung Hitam. Dialah yang memerankan Dewi Pohaci dalam pementasan “Cak dan Pohaci” di Taman Tainan, sebuah kota budaya di Taiwan.

Mereka meginap di sebuah guesthouse di kawasan Tainan selama sepekan. Seharusnya bersama sutradara Rachman Sabur yang juga pendiri Teater Payung Hitam. Namun, Babe, panggilan akrab Rachman Sabur,  berhalangan karena sakit.

“Rachman Sabur mempersiapkan konsep pementasan ini sudah lama juga. Sedangkan para pemain menyiapkannya sekitar dua bulan,” jelas Nugraha Bazier Susanto, melalui rilis, Ahad (27/3).

Ia mengemukakan, Sabtu (26/3) malam, Teater Payung Hitam menampilkan pagelaran yang mengambil judul “Cak dan Pohaci”.  Properti yang menjadi latar pagelaran outdoor, tampak semacam Bebegig atau orang-orangan sawah. Simbol yang membantu petani dalam menjaga padi di sawah. Para Bebegig ini dibuat melingkar, bagaikan barisan pengawal siap menggebah para pengganggu padi yang siap panen.

Pementasan diawali dengan semacam ritual, senyap dan hening, semua pemain duduk melingkari hidangan buah-buahan. Beberapa menit kemudian terdengar suitan. Kemudian, bangkitlah semuanya dan Dewi Pohaci memanggul hasil panen raya, diiring oleh delapan punggawa. Mereka bergerak dengan ritmis suitan, bagaikan penari dalam gerakan seperti tarian kecak.

Gerakan mirip kecak pun kemudian menuansa dengan kental di antara gerakan tarian lainnya.”Dalam tempo satu jam yang terasa sangat cepat, Teater Payung Hitam  secara terus-menerus, silih berganti menarikan berbagai gerak tari daerah. Ada Sunda, Makassar, Minang, Aceh, Papua, Dayak. Ini paduan tarian dan budaya Nusantara,” ujarnya.

Nugraha mengunkapkan, meskipun dalam hawa yang sangat dingin menggigit serasa sampai menusuk ke tulang, penonton yang berjumlh sekitar 500 orang, tetap bergeming dari bangku masing-masing. Tua-muda, bahkan ada beberapa anak kecil, tidak bergerak dan terus menonton sampai selesai. Tepuk tangan pun menggema di kawasan Taman Tepi Sungai Tainan, menyambut ujung pagelaran “Cak dan Pohaci” malam itu.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement