Rabu 27 Jan 2016 08:23 WIB

Seniman Galang Dana untuk Mengisi Perpustakaan di Universitas Baghdad

Rep: Ahmad Fikri Noor/ Red: Andi Nur Aminah
Universitas Baghdad, Irak
Foto: Altaghier
Universitas Baghdad, Irak

REPUBLIKA.CO.ID, Seniman keturunan Irak-Amerika Wafaa Bilal tengah menggalang dana untuk mengisi kembali rak-rak buku perpustakaan Universitas Baghdad, Irak. Untuk mewujudkan hal itu, Bilal menggunakan penggalangan dana online Kickstarter dan menggelar pameran kesenian. 

Perpustakaan Universitas Baghdad terbakar habis ketika perang Irak. Perpustakaan Institut Seni Rupa di Universitas tersebut sebelumnya menjadi rumah lebih dari 70 ribu judul buku. Akan tetapi, bara api membakar habis seluruh koleksi tersebut pada 2003. Bangunan perpustakaan kini sudah dibangun namun sangat sedikit buku yang telah kembali.

"Kampus ini adalah salah satu insitusi seni rupa terbaik di Timur Tengah atau bahkan dunia," ujar Bilal seperti dikutip the Guardian, Selasa (26/1). 

Seniman yang kini tinggal di New York, AS itu hampir setiap hari berkunjung ke perpustakaan ketika belajar di Baghdad. Pameran Bilal akan digelar di Galeri Windsor di Ontario mulai 29 Januari. Pameran itu akan menampilkan rak buku sepanjang 20 meter yang akan menampung seribu buku dengan kertas putih kosong. 

Bilal akan menghargai satu buah buku tersebut sebesar 25 dolar AS (atau setara dengan Rp 347 ribu) di Kickstarter. Bilal akan mengirimkan buku putih tersebut kepada donor sedangkan uang yang diterima akan digunakan untuk membeli sebuah buku dan dikirim ke Baghdad. 

"Saya berharap dengan langkah ini, dapat menjadi pengingat bahwa komunitas (seniman, pelajar, dan akademisi) masih ada. Saya ingin proyek ini bisa mengantarkan era baru di Irak meski lewat cara simbolis," ujarnya. 

Bilal memberi judul pamerannya 168:01. Judul itu merujuk pada penghancuran perpustakaan Baitul Hikam pada abad ke-13 oleh tentara Mongol. Legenda menyebut, buku-buku dari pusat pendidikan yang didirikan Khalifah Harun Al Rasyid itu di buang ke sungai Tigris untuk dijadikan jembatan. Kemudian, tinta buku tersebut mengalir seperti darah selama tujuh hari atau 168 jam. Sementara tambahan satu detik, kata Bilal, adalah ketika ia membayangkan buku tiba-tiba menjadi putih karena ilmu pengetahuan telah hilang. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement