REPUBLIKA.CO.ID, Di usianya ke-80, penyair Taufik Ismail terus menyerukan pentingnya membaca dan menulis dalam pendidikan bahasa dan sastra di Indonesia. Meski telah dikampanyekan selama kurang lebih 19 tahun bersama para sastrawan ternama lainnya, ia mengaku upaya ini belum berhasil.
“Keinginan kami nanti, pada suatu waktu kelak, mulai dari SMP, tapi terutama di SMA, tidak lagi bahasa dan sastra diajarkan seperti sekarang yang tumpuannya tata bahasa. Di SD, awalan-sisipan-akhiran. SMP-SMA juga. Apakah itu fonem? Apakah itu bahasa?” ujar dia dalam orasi budaya yang disampaikan pada puncak tasyakuran kelima Insan Cendekia Madani (ICM) Boarding School, Sabtu (5/12), di Bumi Serpong Damai, Tangerang.
Menurut Taufik, pendidikan bahasa dan sastra seharusnya hanya bertumpu pada dua kegiatan utama, yaitu membaca buku dan menulis karangan. Ini tidak berarti pelajaran tata bahasa tak lagi dianggap penting. Tata bahasa justru dipelajari langsung dari karya yang dibaca dan ditulis oleh siswa.
Agar anak muda mahir menulis ia menyarankan sejumlah buku untuk dibaca. Berikut judul buku yang direkomendasikan oleh penulis buku berjudul Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia ini.
1. Kalah dan Menang, karya Sutan Takdir Alisyahbana
2. Peluru, karya Armin Pane
3. Salah Asuhan, karya Abdul Muis.
4. Tenggelamnya Kapal Van der Wijk, karya Hamka
5. Atheis, karya Ahdiyat Karta Miharja
6. Terkenang Topeng Cirebon, karya Ajip Rosidi
7. Dor, karya Putu Wijaya
8. Derai-derai Celaka, karya Chairil Anwar
9. Perampok, karya WS Rendra
10. Hujan Bulan Juni, karya Sapardi Djoko Damono
Ia juga menyebut sejumlah penulis lain seperti Soetardji Calzoum Bachri, Helvy Tiana Rosa, Hamid Jabbar, Asma Nadia, dan Habiburrachman el-Syirazy yang layak bukunya jadi bacaan.
Ikuti Whatsapp Channel Republika
