Kamis 30 Jul 2015 15:58 WIB

Peringati 20 Tahun, JIIF Gelar Musik Dunia Raaf of Javadwipa

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Dalam rangka memperingati 20 tahun berdirinya Jendela Ide Indonesia Foundation (JIIF), di penghujung Juli 2015, sebuah konser musik ‘Raag of Javadwipa’ digelar di Kota Bandung. Konser ini merupakan sebuah petualangan musikal yang diperkaya dengan elemen-elemen visual. Bertindak sebagai konseptor dan direktur musik, Bintang Manira Manik, menampilkan 15 musisi berlatar belakang disiplin musik yang beragam.

‘Raag of Javadwipa’dikelola oleh tim Jumat Apresiasi Asik (Jurasik). Tim ini telah mengelola sejumlah presentasi musik dan diskusi bagi kaum muda di Jendela Ide Sabuga. Tujuannya, mengenal proses, perjalanan, dan perkembangan musik berbagai aliran serta model distribusi dan manajemennya.

Program ini sekaligus menginisiasi ‘Bandung World Music Forum’ dan merupakan persiapan pembentukan Asia Africa Music Center di 2016. Menurut Bintang, raag (raga) adalah tubuh yang holistik, mencakup rasa, pikir dan ruh dalam tatanan musik klasik India (Hindustani dan Carnatic).

Raga dalam musik India klasik digambarkan dengan susunan tangga nada tertentu yang dimainkan dengan teknik ascending dan descending yang ditentukan bersamaan dengan waktu (pagi, siang, sore, malam) serta pemaparan cerita tentang keagungan Dewa Dewi, masa kejayaan seorang raja atau keindahan alam. “Raag berkembang seiring dengan peradaban. Itu terbukti dengan munculnya Natyasastra, kitab panduan tata pertunjukan di zaman Veda,” katanya, dalam keterangan yang dikirimkan pada Republika, belum lama ini.

Dalam Natyasastra tercatat beberapa susunan tangga nada yang bersifat diatonis maupun pentatonic. Serta, beberapa raga yang menyerupai tangga nada pelog, salendro, atau gabungan nada-nada pentatonis lain yang hadir di Nusantara (Javadwipa). Seperti diketahui, India adalah salah satu peradaban tertua, dengan sistem literasi yang kuat.

Persentuhan budaya India dengan kerajaan kerajaan lain tertuang dalam catatan ataupun kitab-kitab. Pertanyaan yang muncul kemudian, apakah Natyasastra memberi pengaruh besar pada perkembangan nada-nada di Javadwipa atau sebaliknya? Atau peradaban ini saling mempengaruhi dan membawa kebaruan-kebaruan di wilayah masing-masing?

Javadwipa, Java=padi, dwipa=pulau. Javadwipa memiliki banyak makna dalam artian cakupan wilayah. Istilah ini muncul dalam cerita epik Ramayana asli yand ditulis oleh pujangga Valmiki, dalam bab Rama meminta para Vanaar (pasukan kera) mencari Sita.  

Selain dalam Ramayana, para pedagang yang melakukan pencarian hasil bumi dari Arab, India, Cina juga sempat menggunakan nama ini, yang mengacu pada Indonesia. Javadwipa sempat menjadi istilah yang menunjukan pulau atau pulau-pulau yang subur, yang dipenuhi hasil bumi, kesuburan tanah yg membawa padi (Pulau Jawa).

Dikatakan Bintang, ‘Raag of Javadwipa’ merupakan konsep pertunjukan musik yang akan menghadirkan petualangan dan pertemuan budaya-budaya, yang dibawa dari zaman Veda, hingga masa Javadwipa sebagai pusat perdagangan, yang membuat nusantara (sempat dikenal sebagai Javadwipa) kaya akan alat musik serta penyampaian rasa dari ekspresi nada nadanya.

“Kolaborasi instrumen Indonesia, kecapi, tarawangsa, perkusi nusantara, dipadukan dengan sitar dan tabla dari India, serta instrumen-instrumen yang dibawa oleh pedagang-pedagang dari seluruh dunia yang telah menjadi bagian dari kebudayaan Indonesia, akan membawa kita ke dalam rasa musikalitas yang unik, melampaui apa yang biasa kita dengar,” ujarnya. Konser ini diperkaya dengan instalasi rupa yang memperkuat rasa akan kaya dan indahnya pertemuan budaya-budaya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement