Selasa 23 Jun 2015 22:27 WIB

Lukisan Betawi Lahir dari Sebuah Keresahan

Rep: Gilang Akbar Prambadi/ Red: Hazliansyah
Pengunjung melihat-lihat lukisan betawi di Pendopo Batik, Museum Tekstil, Jakarta barat, Ahad, (7/12). Selain pameran lukisan yang dilukis oleh Sarnadi Adam dengan tema
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Pengunjung melihat-lihat lukisan betawi di Pendopo Batik, Museum Tekstil, Jakarta barat, Ahad, (7/12). Selain pameran lukisan yang dilukis oleh Sarnadi Adam dengan tema "Betawi" tersebut, diadakan juga workshop melukis batik bagi para pengunjung dengan tuj

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masuknya kaum urban ke Jakarta lambat laun meminggirkan kebudayaan Suku Betawi sebagai pribumi. Modernitas dan dinamika kehidupan Jakarta, nyaris tidak lagi memberikan ruang kepada kesenian betawi untuk berkembang.

Di sisi lain, para pelaku seni asal daerah yang datang ke Jakarta dinilai kurang peduli dengan nasib kesenian Jakarta. Tak sedikit seniman pendatang yang ‘hanya’ menjadikan Jakarta sebagai panggung pencarian keuntungan semata.

Dari sinilah muncul kesadaran dari diri seorang Sarnadi Adam, maestro lukis asli putra daerah betawi. Keresahan dia akan tidak adanya lukisan yang menonjolkan budaya betawi membuat Sarnadi bergerak.

“Tahun 1990, sepulang dari menimba ilmu lukis di Yogyakarta, saya mengajak para seniman lukis lokal Jakarta untuk membuat karya yang bercita rasa seni khas betawi,” ujar Sarnadi bercerita kepada Republika akhir pekan lalu.

Sarnadi mengatakan, betawi sebagai suku asli Jakarta memerlukan suatu hasil seni budaya yang bisa mengangkat harga diri mereka ke dunia. Akhirnya ia memutuskan untuk mendedikasikan dirinya membuat lukisan betawi.

Tahun-tahun awal ia berdedikasi, lukisan betawi memang belum mampu berbuat banyak di peta seni lukis nusantara. Perjuangannya semakin berat karena perlahan gempuran seniman urban makin membuat para pelukis betawi bertumbangan.

Namun akhirnya, di awal 1990-an, hasil karya Sarnadi Adam mulai meroket dan merebut hari para kritikus lukis. Sejak saat itu, lukisan betawi mencatatkan namanya masuk dalam kategori seni lukis baru di dunia kesenian.

“Lukisan betawi akhirnya diakui, dan terus melejit hingga lukisan-lukisan betawi bisa dipamerkan di Asia, Eropa, hingga Amerika,” ujarnya.

Kini lukisan betawi sudah bukan lagi barang-barang yang hanya dipamerkan di pinggir jalan saja. Sarnadi mampu menghantarkan lukisan betawi ke ranah-ranah modern yang dulu sempat menjadi momok penggerus kebudayaan lokal.

Di bulan Ramadhan ini pun, hasil karyanya secara eksklusif dipamerkan di sebuah hotel internasional di bilangan Jakarta Utara. Hotel bernama Discovery Hotel and Convention Ancol (DHCA) itu sengaja memfasilitasi Sarnadi untuk menyosialisasikan kepada khalayak bahwa seni betawi itu tetap ada dan beragam.

Sedikitnya, 35 lukisan ditambah empat patung betawi karya Sarnadi Adam dipamerkan di sepanjang Lobby hotel yang terletak di Jl Lodan Timur, Ancol Taman Impian, Jakarta Utara itu.

“Ini adalah bagian dari sebuah bukti pengakuan bahwa betawi kaga ada matinye,” kata pengajar di Universitas Negeri Jakarta ini.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement