REPUBLIKA.CO.ID, PANDEGLANG -- Pagi itu (26/5) matahari masih belum terlihat. Azan subuh baru saja berkumandang. Rizka Vardya (23 tahun) terbangun dari tidur yang lelap. Bagi wisatwan asal Jakarta itu, segar sekali rasanya bangun pagi-pagi setelah menempuh empat jam perjalanan dari Jakarta menuju Carita.
Ia menyibakkan gorden dari jendela kaca kamar. Kamar di Mutaiar Carita, tempat dia dan tiga kawan lainnya menginap memiliki pintu dan jendela kaca yang semuanya ditutupi gorden. Pintu kamar dia buka lebar-lebar. Wuss.. udara dingin menyambutnya pagi itu. Kicau burung terdengar cukup jelas. Matahari masih terlihat semburat di sebelah kanan. Sinarnya masih tertutup pohon-pohon yang tumbuh dengan rimbun.
“Pagi yang sempurna,” ujar dia,
Pantai di pagi hari terlalu sayang untuk dilewatkan pagi itu. Segera setelah mandi dan bersiap-siap, Rizka dan Casilda Amilah (22 tahun) kawan sekamarnya beranjak ke pantai. Di pantai, sudah ada dua orang kawan lainnya yang tampak sedang sibuk menangkap gurita bersama nelatan setempat.
Tanpa banyak basa-basi, Rizka dan Casilda menyusuri jalanan setapak di halaman cottages dan kemudian turun ke pantai. Bermain-main di pantai adalah kesempatan langka. Di ufuk timur, matahari mulai naik di bali bukit. Debur ombak seolah menjadi suara latar pemandangan di bagi itu.
“Debur ombak, batu karang, aroma garam, udara segar, matahari terbit dari balik bukit, di hari Selasa,” ujar dia.
Jika tidak tertutup awan, gunung Krakatau akan terlihat dari pantai yang langsung berhadapan dengan Selat Sunda ini. Saat senja, jika tidak tertutup awan, matahari terbenam juga dapat dinikmati di sini.