Sabtu 13 Jun 2015 09:18 WIB

Menikmati Wisata Religi di Pandeglang

Rep: AE01/ Red: Dwi Murdaningsih
KH Asnawi Bin Abdurrahman Al Bantani
Foto: wordpress.com
KH Asnawi Bin Abdurrahman Al Bantani

REPUBLIKA.CO.ID, PANDEGLANG -- Hari menunjukkan pukul 11.30 setelah empat wisatawan selesai dari kegiatan water sport banana boat. Usai sejenak menertawakan hasil rekaman video ketika mereka dijatuhkan dari perahu berbentuk pisang tersebut, keempatnya duduk di bangku pinggir pantai Carita.

Heru Supriyatin (33 tahun), Arif Satriantoro (24), Rizka Vardya (23) dan Casilda Amilah (22), keempat wisatawan tersebut  berbincang dengan Andri dan Marja yang mengelola water sport di daerah Carita. Wisata religi menjadi topik obrolan. Rupanya, wisatawan tidak hanya dimanjakan dengan wisata pantai dan pemandangan nan cantik. Jika wisatawan ingin melakukan wisata religi, Pandeglang bisa menjadi salah satu pilihan.

Marja mulai bercerita tentang Masjid tua yang berjarak sekitar 2 km dari Mutiara Carita Cottages. Rupanya, masjid kuno ini sudah ada sejak tahun 1884. Masjid ini merupakan peninggalan dari KH Asnawi bin Abdurrahman Al Bantani. Dia adalah pendakwah Islam di wilayah Banten.

Saat usianya 9 tahun, Asnawi dikirim oleh ayahnya untuk menuntut ilmu di Makkah. Di Makkah, Asnawi bertemu gurunya yaitu Syekh Nawawi Al Bantani. Setelah bertahun-tahun belajar di Makkah, Asnawi kembali ke Banten dan mendakwahkan Islam sehingga ia terkenal sebagai ulama besar di Banten.

Tak hanya dikenal sebagai ulama, Syekh Asnawi pun dikenal sebagai tokoh yang melawan penjajah. Dia pernah ditahan di Cianjur selama setahun dan dituduh melakukan pemberontakan. Namun selama diasingkan, Syekh Asnawi tetap aktif berdakwah.

Setelah diasingkan, kiai kembali pulang ke kampungnya di Caringin. Dia mendirikan Madrasah Masyarikul Anwar dan Masjid Caringin pada 1884. Pembangunan masjid ini ditujukan untuk membangun kembali peradaban masyarakat hancur akibat letusan gunung merapi di tahun 1883.

Masyarakat memaknai Caringin sebagai beringin. Selain karena Caringin adalah tempat kelahiran sang kiai, namun juga karena kepribadiannya yang mengayomi masyarakat layaknya teduhnya beringin.  KH Asnawi menghembuskan nafas terakhirnya pada 1937. Hingga kini banyak masyarakat berziarah ke makamnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement