Jumat 22 May 2015 20:36 WIB

'Ada Ketegangan Fakta-Fiksi di Balik Novel Sejarah'

Rep: c31/ Red: Didi Purwadi
Jamal D. Rahman (kanan).
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Jamal D. Rahman (kanan).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sastrawan dan Pemimpin Redaksi Horizon, Jamal D. Rahman, mengatakan sejarah saat ini sering dijadikan dasar dalam pembuatan novel. Tapi, Jamal menekankan bahwa sejarah tetaplah berbeda dengan novel.

''Sejarah indikasinya faktual. Sebagai fakta, maka bisa diuji benar tidaknya. Jika sesuai fakta, berarti benar. Jika tidak, keliru,'' ujar Jamal dalam acara bedah buku 'Seteru 1 Guru' karya Haris Priyatna di Universitas Islam Negeri Jakarta, Jumat (22/5).

Ia menyatakan sejarah berbasis fakta, sedangkan novel berbasis fiksi atau imajinasi. Dan jika sejarah dijadikan dasar dalam penulisan karya sastra, pembaca akhirnya jadi bertanya-tanya mana bagian yang faktual dan fiktif.

''Selalu ada ketegangan fakta dan fiksi,'' kata Jamal.

Namun demikian, ada cara untuk mengatasi kebingungan pembaca membedakan fakta dan fiksi dalam novel berbasis sejarah.

''Jalan keluarnya adalah kisah sejarah yang ditulis harus faktual dan fiktif,'' katanya. ''Tetapi, kisah yang sudah ditulis itu tetap dianggap fiksional karena medianya fiktif.''

Acara bedah buku 'Seteru 1 Guru' dihadiri oleh Haris Priyatna selaku penulis, sastrawan Jamal D. Rahman dan Muhammad Arief selaku Dosen Sejarah.

Buku tersebut berisi pergulatan antara Soekarno-Musso-Kartosuwiryo. Ketiga orang itu sama-sama pernah belajar bersama guru mereka, H.O.S Tjokroaminoto.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement