REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- India kini tengah dihadapkan pada peningkatan kasus H1N1 pandemi atau swine flu atau yang pernah dikenal sebagai flu babi. Setidaknya 25.000 orang di India telah terbukti positif mengidap virus tersebut, dan lebih dari 1.000 orang meninggal dunia. Pihak berwenang kesehatan setempat mengatakan, wabahnya terus meluas karena virus itu berkembang di tengah curah hujan yang turun di luar musim dan tingkat kelembaban tinggi saat ini.
Separuh dari jumlah kematian akibat flu H1N1 pandemi di India dalam tiga bulan ini terjadi di negara bagian Gujarat dan Maharashtra. Dalam seminggu terakhir, penderita baru dilaporkan di negara bagian Nagaland dan Manipur yang terpencil di dekat perbatasan dengan Myanmar. Wabah besar flu H1N1 pandemi terakhir merebak tahun 2009 yang berawal dari Meksiko, dan kemudian menyebar ke seluruh dunia.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan, Tjandra Yoga Aditama mengatakan, sebagai antisipasi pihaknya telah meminta evaluasi data pada peneliti Laboratorium Balitbangkes.
Berdasarkan data pola sirkulasi virus Influenza dari surveilans yang dilaksanakan Balitbangkes, virus yang bersirkulasi adalah Influenza A (H1N1pdm09), Influenza A (H3N2), dan Influenza B. Pada Januari dan Februari 2015, virus yang dominan bersirkulasi adalah Influenza A (H3N2). Virus yang bersirkulasi di Indonesia ini (berdasarkan karakterisasi genetik - sekuensing), sesuai dengan strain vaksin seasonal influenza yang direkomendasikan oleh WHO.
Ia menjelaskan, pencegahan pada kasus H1N1 Pandemi bisa diterapkan seperti pada kasus ISPA (infeksi saluran napas). Di mana saat ini menurutnya, cukup banyak anggota masyarakat di Indonesia yang terserang ISPA. Keluhan yang terjadi pada ISPA seperti batuk, pilek, dan demam. Pada sebagian orang, keluhan batuk bahkan bisa berkepanjangan.
Pemberian obat bergantung pada keperluan penderita. Hal itu di antaranya pemberian obat untuk mengatasi gejala atau simtomatis seperti penurun demam (antipiretik), mempermudah pengeluaran atau mengencerkan dahak (ekspektoran/mukolitik), mengatasi sumbatan hidung, serta mengatasi sesak napas.
Cara lain yang dapat dilakukan ialah dengan memperbanyak minum air putih agar dapat mengencerkan dahak. Selanjutnya, adapula pemberian obat untuk memperkuat daya tahan tubuh, seperti vitamin atau obat peningkat imun (imuno modulator).
Sementara itu, antibiotika hanya diberikan kalau memang ada infeksi bakteri yang memerlukannya. Pada sebagian besar kasus, tidak diperlukan pemberian antibiotika. Namun pada sebagian kasus, mungkin perlu diberikan anti virus (seperti oseltamivir) dan mungkin juga anti peradangan (anti inflamasi).
Dokter ini juga memberikan tips pencegahan infeksi saluran napas dan infeksi paru. Ia menyarankan untuk sering mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir selama 20 detik. Bila tidak ada air, maka dapat digunakan cairan hand sanitizer.
Jika batuk, sebaiknya menutup mulut dan hidung dengan bagian lengan atas baju atau tissue. Batuk juga dapat ditutup dengan tangan, dan setelahnya langsung mencuci tangan untuk mencegah penularan melalui tangan yang tercemar tersebut.
Selanjutnya, hindari menyentuh atau menggosok mata, hidung dan mulut dengan tangan yang belum dicuci. Sebaiknya, hindari sedapat mungkin kontak langsung dengan orang yang tengah sakit. Hendaklah tidak berbagi alat makan dan minum dengan mereka yang jelas terkena infeksi saluran napas berat.
Terakhir, bersihkan dan desinfeksi secara berkala barang-barang dan atau benda yang sering dipegang banyak orang dan anak-anak. Misalnya gagang pintu, mainan anak-anak, dan barang lainnya.