REPUBLIKA.CO.ID,BANDUNG -- Lima tahun berselang semenjak terbentuknya Deugalih & Folks, merupaan waktu yang tidak singkat bagi mereka untuk berkarya bersama. Banyak yang telah dilewati dalam lima tahun itu. Mulai dari panasnya siraman lampu sorot studio televisi hingga sejuknya desiran angin di bawah pohon. Suasana itu, mereka nikmati bersama sebagai sebuah kelompok bermusik. Namun ada satu hal yang belum mereka miliki sebelumnya, yaitu sebuah album.
“Tapi, hari ini, pertanyaan itu terjawab. Apa yang kami kerjakan selama lima tahun, kini telah terwujud dalam bentuk sebuah album berjudul ‘Anak Sungai’. Dengan bantuan dari Demajors Music Industry, sebuah label independen dari Indonesia, 10 lagu yang sudah kami rekam akhirnya kini bisa dinikmati. Segala cerita, perasaan, dan buah pemikiran kami tertuang didalamnya,” kata Deugalih dalam keterangannya yang dikirim ke Republika, Selasa (17/3).
Dikatakan Deugalih, album ‘Anak Sungai’ ini bukanlah akhir, melainkan awal dari sebuah perjalanan mengarungi sungai baru. Hal ini karena, baginya menjadi musisi bukanlah pertanyaan soal apakah bisa hidup dari musik atau tidak. “Tapi, soal apakah kita bisa hidup tanpa musik atau tidak,” ujarnya.
Setelah albumnya rilis, Deugalih & Folks akan mengadakan konser dengan tajuk yang sama dan sesuai dengan albumnya. Deugalih akan berbagi dan bercerita tanpa jarak, tanpa basa-basi tentang keluarga, tentang kehidupan, dan banyak cerita remeh-temeh lainnya yang tercipta mengalir seperti anak sungai, dari hulu, hilir, menuju muaranya.
Setelah bertahun-tahun ‘bersolo karier’ pasca-band Schizophones bubar/vakum, pada 2010, Deugalih resmi membentuk sebuah big-band bertalenta untuk mengakomodir arah musik folk yang sedang ia tuju. Band tersebut bernama The Folks, hingga namanya digabung menjadi ‘Deugalih & Folks’. Anggota The Folks pun sembarangan orang, karena beberapa dari mereka adalah eksponen scene country-music Bandung. Lalu satu di antaranya adalah dosen di fakultas tempat Deugalih dulu belajar.
Maka, lagu ‘Anak Sungai’ yang diciptakan Deugalih ini diperuntukan bagi Yadi, sahabatnya sedari duduk di bangku kuliah hingga kini. Dia menjadi partner bermusiknya dalam Deugalih & Folks, sebuah pesan kepada sahabat yang mengarungi bahtera baru dalam hidupnya.
Lagu-lagu lainny adalah ‘Di Bawah Bendera’. Lagu ini untuk Sungai Citarum, sebagai sungai terpolusi di dunia. Di buat oleh Abah Donny dan Deugalih.
‘Bunga Lumpur’, untuk anak-anak petani di Indramayu dengan segala budaya dan tradisi midangan (berhenti bermain ketika sore, melanjutkan bermain dan bercengkrama ketika Isya). Dibuat sehari sesudah pembuatan lagu Ilalang dan Sore oleh Yadi dan Deugalih.
Serta ‘Minggu Pagi’, dibuat oleh Abah Donny dan Deugalih untuk Rhiannon (putri Abah) sebelum kelahirannya, doa untuk anak yang bisa menyantuni alam sekitarnya.