Ahad 01 Mar 2015 11:00 WIB

Desainer Palestina Ingin Perluas Pakaian Rancangannya

Pakaian Muslim (ilustrasi).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Pakaian Muslim (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, GAZA --  Setiap hari, Nermine Dimiati, perancang busana Palestina bergelut dengan gunting dan kain-kain. Perempuan 28 tahun yang tinggal di Jalur Gaza ini mencurahkan seluruh perhatiannya di studio mungilnya di kota tersebut. Ia sibuk menggunting potongan bahan dan kain warna-warni dalam upaya mengubahnya menjadi pakaian modern dan gaun serta pakaian perempuan. Hampir setiap hari, perempuan cerdas itu menerima pelanggannya di studionya, yang terletak di salah satu apartemen di Jalur Gaza. 

Ia menyewa tempat tersebut belum lama ini untuk melaksanakan proyek kecilnya. Ada enam pekerja lain di studi itu. Menjadi perancang busana merupakan impiannya sejak ia masih kanak-kanak. Dia dan pekerja lainnya merupakan lulusan universitas di Jalur Gaza. "Gagasan tersebut selalu ada di dalam benak saya sejak saya masih kecil. Saya sejak dulu selalu sangat senang menggunting bahan dan bermimpi bisa mengubahnya jadi busana dan pakaian modis saya," kata Dimiati, seperti dikutip Xinhua, Ahad (1/3).

Keinginannya menjadi perancang busana profesional tak terbendung lagi setelah ia melihat begitu banyak gagasan mengenai perancangan busana dan bermacam jejaring perancang busana di seluruh dunia. Dimiati, sarjana muda di bidang sejarahini telah menggelar dua pameran buat produknya. Ia benar-benar bermimpi ingin memasarkan produknya ke luar negeri.

"Impian saya ialah memperluas studio saya hingga menjadi pabrik besar pakaian yang meliputi tempat pameran permanen dan mempekerjakan demikian banyak sarjana yang tak bisa mendapatkan pekerjaan di Jalur Gaza," kata dia.

Mula-mula, ia merintis studionya di rumahnya. Lalu,ia menyewa apartemen di satu gedung di Kota Gaza dan menamakannya "Voile Moda". Dalam bahasa Prancis, Voile Moda berarti Busana Hijab (Jilbab). Ia menyampaikan harapan bahwa pada suatu hari ia akan bisa bergabung dalam pameran busana Arab dan internasional. Ketika ditanya bagaimana masyarakat konservatif di Jalur Gaza memandang dia, Dimiati berkata semua pekerjaan bagi perempuan telah dianggap normal.

"Sekarang kita berada pada 2015 dan pekerjaan profesional buat seorang perempuan telah menjadi normal. Perempuan di Jalur Gaza mengerjakan segala jenis pekerjaan, dan sekrang tidak masalah buat seorang perempuan untuk menjadi perancang busana."

Namun, untuk mencapai karir yang diinginkannya, dia masih menemui berbagai kendala. Salah satu masalah utama yang sama hadapi dalam karir ialah kekurangan bahan. Misalnya, alat dan bahan tidak tersedia di Jalur Gaza akibat blokade yang telah diberlakukan Israel terhadap Jalur Gaza selama hampir delapan tahun. Rakyat di Jalur Gaza telah menderita akibat tingginya angka kemiskinan dan pengangguran, demikian data organisasi internasional, akibat blokade yang telah diberlakukan oleh Israel terhadap daerah kantung tersebut setelah pengambil-alihan wilayah itu secara paksa oleh HAMAS pada 2007.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement