REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Misteri di balik kuburan 'vampir' di pemakaman Drawsko, Polandia mulai terungkap.
Dipercaya sejak lama beberapa mayat yang dibenamkan dalam pemakaman tersebut adalah makhluk penghisap darah. Penduduk setempat yang menguburkan mereka melingkarkan sabit di leher dan batu-batu pada rahang jasad itu. Itu demi mencegah mereka bangkit kembali dan menghisap darah manusia.
Namun menurut studi terbaru dilakukan ahli bioarkeologi di University of South Alabama, kuburan tersebut ternyata bukan berisi vampir. Melainkan penduduk asli di sekitar wilayah tersebut yang diduga korban epidemi kolera yang menyapu kawasan tersebut pada abad ke-17 sampai abad 18.
Peneliti menganggap gagasan jasad itu vampir mengemuka selama wabah dan epidemi terjadi. Pada masa itu mayat sering terbaring telanjang dan terurai dalam waktu yang lama. Mulut jasad-jasad tersebut juga seringkali mengeluarkan darah.
"Orang sangat dekat dengan kematian pada titik (saat epidemi wabah terjadi) ini. Tapi tidak tahu cara yang baik untuk menjelaskan apa yang terjadi," kata salah satu peneliti dalam studi tersebut Tracy Betsinger seperti dilansir Live Science, Rabu (26/11).
Gregoricka mengatakan tubuh cenderung gembung setelah kematian karena bakteri-bakteri menghasilkan gas. Ini menekan tubuh bagian bawah, pada gilirannya memaksa darah naik dari paru-paru ke kerongkongan dan kemudian ke mulut.
Perubahan tersebut yang mungkin membuat penduduk desa percaya mayat seseorang yang seperti terlantar dan lemah selama hidup menjadi gemuk karena minum darah, jelasnya.
Gregoricka dan koleganya menganalisis potongan tulang dari kuburan Drawsko. Menurut para peneliti, kuburan itu berasal dari abad ke-17 sampai abad 18.
Para peneliti kemudian melihat lebih dekat ke 60 dari 333 kuburan di situs itu. Enam di antaranya merupakan kuburan "vampir", dilihat dari sabit melingkar di leher dan batu di rahang.
Tim menganalisis rasio isotop strontium dalam kerangka. Karena masing-masing lokasi punya rasio unik dari isotop ini dan tubuh orang secara alamiah mengambil unsur-unsur di lingkungan, analisis isotop strontium bisa mengungkap tempat seseorang berasal.
Berlawanan dengan hipotesis awal bahwa "vampir" adalah imigran, tim justru menemukan bahwa semua vampir adalah penduduk lokal.
Dan karena tidak ada "vampir" yang menunjukkan tanda-tanda kematian akibat kekerasan atau trauma parah, tim berspekulasi bahwa vampir mungkin orang pertama yang menjadi korban epidemi kolera yang menyapu kawasan ketika itu.
"Orang bisa mati karena kolera dalam hitungan hari atau bahkan jam," kata Gregoricka. "Jika sesuatu membunuhmu dengan sangat cepat, itu tidak akan meninggalkan tanda pada tulang," tambah dia.
Setelah studi yang hasilnya dipublikasikan di jurnal PLOS ONE pada 26 November, para peneliti ingin melakukan analisis kimia lebih lanjut untuk mencari tahu lebih banyak tentang penduduk desa tersebut.