REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wanita Indonesia dengan tingkat ekonomi kelas menengah masih memiliki tingkat literasi keuangan yang rendah yakni sebesar 33 persen, kata Anggota Dewan Komisioner OJK, Kusumaningtuti S Setiono.
"Padahal mereka memiliki peran penting sebagai pengatur finansial dalam keluarga, atau sebagai 'Menteri Keuangan'-nya," kata Tituk, sapaan akrab Kusumaningtuti, pada peresmian gerakan Women Investment Series di Jakarta, Selasa (11/11).
Sedangkan tingkat inklusif keuangan pada kelompok wanita kelas menengah, kata Tituk, mencapai 74 persen. Tingkat literasi ini dapat diukur dengan pemahaman, keterampilan dan kepercayaan wanita dalam menggunakan produk dan layanan keuangan.
Menurut Tituk, tingkat literasi dan inklusif keuangan tersebut masih sangat rendah, jika dibandingkan peran wanita yang signifikan dalam mengendalikan keuangan di keluarga dan menjadi kelompok penggiat Usaha Kecil dan Menengah (UKM).
Tituk merujuk pada hasil survei sebuah institusi perbankan asing, yang menyebutkan 89 persen wanita adalah pengambil keputusan dalam keluarga untuk membuka akses perbankan. Kemudian, 30 persen wanita kelas menengah juga, menurut survei itu, telah membuat usaha sendiri.
"Mereka ini yang sangat membutuhkan kesadaran finansial. Data OJK juga menyebutkan, mereka biasanya mengambil keputusan tanpa pertimbangan dari suaminya," ujar dia.
Tituk tidak menjelaskan secara rinci klasifikasi wanita kelas menengah tersebut. Namun, dia mengatakan, kategori kelas menengah itu melingkupi kelompok masyarakat kelas ekonomi B, C, dan D.
Sedangkan untuk tingkat wanita secara keseluruhan, Tituk menyebutkan tingkat literasi hanya 19 persen, dan tingkat inklusifnya 57 persen. Adapun, untuk keseluruhan masyarakat Indonesia, tingkat literasinya baru 21,8 persen, dengan tingkat inklusifnya 57 persen.
Data tersebut berdasarkan survei OJK pada 2013 di 20 provinsi dengan delapan ribu responden.
Tituk mengatakan, untuk memudahkan literasi dan edukasi produk keuangan itu, perlu diperhatikan metode dan jaringan distribusi produk keuangan. Sejumlah negara lain, menurut Tituk, sangat memperhatikan dua hal tersebut, sehingga tingkat literasi dan inklusif dapat meningkat.
"Nah, perlu digiatkan, jaringan distribusi melalui daring (online) karena ini terbukti meningkatkan literasi," ujar dia.