REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketika tubuh orang mati terurai di laut, para peneliti hanya tahu sedikit tentang apa yang terjadi padanya. Untuk mengetahui itu, beberapa peneliti melakukan eksperimen yang tak biasa dengan menceburkan bangkai babi ke laut dan melihatnya dengan video.
Banyak dari tubuh manusia berakhir di laut, entah karena kecelakan, bunuh diri atau sengaja dibuang di sana, tetapi tidak ada yang benar-benar tahu apa yang terjadi pada mereka, kata Gail Anderson, seorang etmologi forensik di Simon Fraser University di Kanada yang memimpin penelitian unik ini.
Anderson dan timnya mendapat kesempatan untuk mencari tahu, menggunakan Victoria Experimental Network Under the Sea (VENUS), sebuah laboratorium bawah air yang mengizinkan para peneliti mengambil video dan pengukuran lain dengan internet.
"Babi adalah model terbaik untuk manusia," kata Anderson kepada Live Science, Jumat (31/10).
Mereka memiliki ukuran yang pas dengan tubuh manusia, memiliki jenis bakteri usus yang sama, dan tidak memiliki banyak rambut, katanya.
Dalam penelitian yang diterbitkan 20 Oktober dalam jurnal PLOS ONE, Anderson dan timnya menggunakan kapal selam yang diopersasikan jarak jauh untuk menceburkan tiga bangkai babi ke dalam Saanich Inlet, dekat Vancouver Island, British Columbia, kedalaman 330 kaki (100 meter).
Para peneliti memonitor apa yang terjadi pada tubuh babi menggunakan kamera-kamera VENUS secara langsung, yang mereka bisa kontrol dari manapun dengan koneksi internet, dan sensor yang bisa mengukur kadar oksigen, temperatur, tekanan, kadar garam, dan faktor lainnya.
Pada akhir penelitian, peneliti mengumpulkan tulang untuk diteliti lebih jauh.
Tidak membutuhkan waktu lama bagi binatang untuk menemukan babi-babi itu. Udang, kepiting, dan lobster mulai mengunyah bangkai tersebut.
Bahkan sebuah hiu datang untuk memakan salah satu dari bangkai babi. Binatang-binatang itu memakan satu dari dua tubuh sampai ke tulang dalam waktu satu bulan, tetapi mereka butuh beberapa bulan untuk mengambil yang ketiga.
Tubuh yang ketiga butuh waktu lebih banyak karena kadar oksigen di dalam air, temu peneliti.
Saanich Inlet adalah lingkungan dengan oksigen rendah, dan tidak memiliki oksigen selama beberapa waktu dalam setahun, kata Anderson.
Ketika para peneliti menceburkan dua babi pertama ke dalam air, kadar oksigen hampir sama, tetapi ketika para peneliti menceburkan tubuh yang ketiga, kadar oksigennya lebih rendah.
Binatang-binatang besar (kepiting dan udang) butuh lebih banyak oksigen daripada binatang kecil seperti lobster. Tetapi mulut binatang yang lebih kecil tidak cukup kuat untuk menghancurkan kulit babi.
Jadi ketika bangkai memasuki air ketika kondisi oksigen bisa ditolerir, binatang-binatang besar akan memakannya, membuka tubuh untuk binatang yang lebih kecil, kata Anderson.
Tetapi ketika oksigen lebih rendah, binatang yang lebih besar tidak datang, dan binatang kecil tidak bisa memakannya. "Kini kami memiliki ide yang sangat bagus bagaimana menghancurkan tubuh di dalam air," kata Anderson.
Penelitian seperti ini membantu memecahkan misteri seperti "kaki mengambang" yang ditemukan memakai sepatu lari yang terdampar di Pantai Barat beberapa tahun terakhir.
Faktanya, ini cukup normal untuk binatang lautan untuk menggerogoti kaki, dan sepatu lari membuat bagian tubuh mengapung, kata Anderson.
Mengetahui bagaimana tubuh diturunkan di laut bisa menolong penyelam untuk apa tahu apa yang dicari, sebagaimana harapan anggota keluarga yang hilang di laut, kata Anderson.