REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Irwan Kelana
JAKARTA – Sejumlah penyair dari tiga negara akan berkolaborasi dalam acara bertajuk Pertunjukan Puisi Sastri Bakry di Teater Kecil Taman Ismail Marzuki, Jalan Cikini Raya 73 Jakarta Pusat, Senin (02/6) malam.
Mereka antara lain Sastri Bakry (Indonesia), Umar Uzair (Malaysia) dan Asnida Daud (Singapura). Acara tersebut juga menampilkan pertunjukan dan diskusi puisi yang menghadirkan pembicara Eka Budianta dan Giyanto Subagi.
Secara Koseptual, pertunjukan puisi ini digagas penyair Irman Syah (Pusat Kajian Puisi Planet Senen) dengan sutradara Joe Mirshal dari Bumi Kalamtara.
Kegiatan ini merupakan kerja sama Gebu Minang, Pusat Kajian Puisi Planet Senen, dan Dewan Kesenian Jakarta dengan Lingkar Komunitas.
Irman Syah mengatakan Pusat Kajian Puisi Planet Senen merangkul dan menyatukan kelompok/komunitas dalam bentuk kerja sama kreatif.
Komunitas yang tergabung dalam kegiatan ini, antara lain Bumi Kalamtara, Sastra Kalimalang, KPJ, Waroeng Poeisi Rohmantik, Komunitas Musikalisasi Puisi DKI Jakarta, dan Kelompok Penyuka Seni Sastra Pertunjukan yang kini mulai menampakkan diri dalam pendokumentasian gagasan kreatif secara visual.
Irmansyah menambahkan, pertunjukan puisi dengan unik dan diiringi alat musik tradisional dan modern, serta format koreografi gerak tradisi yang telah disesuaikan dengan dinamika zaman, tentulah sebuah usaha kreatif yang menarik perhatian.
Usaha untuk menyatukan puisi dengan suasana yang dibangun musik pengiringnya melalui ungkapan niscaya akan membuat penonton terhibur serta mendapatkan suasana baru dengan manfaat yang tak cuma sekedar.
“Dengan begitu, kelayakan puisi akan tetap melekat pada harkatnya secara nyata dan memikat,” ujar Irman Syah di Jakarta, Kamis (29/5).
Ia menjelaskan, Pusat Kajian Puisi adalah sebuah grup yang terlahir di Kompi DKI Jakarta dan berada dalam lingkup Komunitas Planet Senen. Selain mengkaji puisi, grup ini berusaha pula untuk mengangkat dan mewacanakan konsep pertunjukan.
20 judul Puisi Sastri Bakry yang terpilih dari buku Sastra Sastri dalam Puisi, dikurasi terlebih dahulu untuk dipanggungkan dengan tajuk Bulan Sendiri di Kerajaan Langit dan Bumi.
Lebih jauh, Irman Syah menyebutkan, puisi-puisi Sastri Bakry, penyair perempuan dari Minangkabau, selain dekat muatannya dengan persoalan yang merebak di Republik ini, baik asal-muasal kejadian, harkat kekuasaan, bencana, benturan dan nilai kebangsaan, serta Pemilihan Umum, menjadi isian pertunjukan.
Konsepnya dikemas secara makro. Koreografi gerak, musik, keaktoran, cahaya dan artistiknya dikristalkan pada nilai puitik yang ingin dicapai. Kemasannya digarap dengan pengucapan kaba (kabar=folklore).
Janang (narator) akan mengantar beragam kisah atas kenyataan yang kadang dia alami secara empiris: ungkapan puisi dengan urutannya bermunculan lewat butir-butir pilihan karya melalui pemanggungan penyair.
Pengamatan cermat tentang alam, kehidupan, dan manusia oleh Sastri Bakry dari filosofi Alam terkembang Jadi Guru ini dipanggungkan lewat pertunjukan puisi yang ritmik dan menyentuh, berdasarkan ‘horison harapan’-nya tanpa meninggalkan akar budaya yang melingkupi perjalanan hidupnya.
“Saluang dan kaba, gerak randai dan kecapi, atau pun rampak perkusi akan menjadikan puisi pulang kembali ke rumahnya dalam hakikat Petuah, Kias dan Banding serta Petatah-petitih kehidupan yang telah melatarinya,” papar Irman Syah.