Kamis 06 Mar 2014 23:40 WIB

Bencana Fukushima Difilmkan

Reaktor nuklir Fukushima
Foto: Kyodo
Reaktor nuklir Fukushima

REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Satu keluarga petani Jepang yang terpaksa harus meninggalkan rumah mereka akibat bencana nuklir di Fukushima, kemudian tinggal berdesakan di rumah sementara, gelisah menunggu diizinkan pulang untuk menggarap tanah leluhur.

Itu adalah gambaran menyeluruh film "Kampung Halaman" yang diangkat dari kisah nyata dan film Jepang pertama yang diedarkan ke pasar luas, diambil di Fukushima setelah terkena musibah nuklir terburuk dunia dalam 25 tahun yang membuat nama daerah itu terkenal.

Dipertontonkan belum lama ini pada Festival Film Berlin, film yang berjudul "Ieji" dalam bahasa Jepang yang artinya "jalan menuju rumah", sesekali menampilkan wilayah tertutup (tidak boleh dimasuki) oleh pemerintah karena tingkat radiasi yang tinggi.

Meskipun membahas apakah Jepang akan membuka kembali reaktor nuklir setelah terhenti akibat bencana, sutradara Nao Kubota mengatakan ia memilih menampilkan kisah-kisah kemanusiaan dalam filmnya itu.

"Saya ingin membuat film yang langgeng untuk jangka waktu lama. Orang bisa melihat dalam 10, 20,50 bahkan 100 tahun untuk menyaksikan situasi yang menghimpit ini," katanya.

"Itu yang saya ingin, semua orang bisa merasakan, dan film ini dibuat untuk alasan tersebut, bukan anti-nuklir."

Pada 11 Maret 2011, gempa bumi diikuti tsunami dahsyat merobek desa-desa di wilayah timur laut Jepang, dan menyebabkan mencairnya nuklir di pembangkit Dai-Ichi di Fukushima serta penyinarannya melanda ke perdesaan yang luas sehingga memaksa 150.000 orang meninggalkan rumah mereka.

"Kampung Halaman" beredar di Jepang hampir tiga tahun setelah bencana terjadi, menyoroti sosok Jiro, seseorang yang diam-diam memasuki kembali daerah terlarang untuk menuntut kembali tahan pertanian keluarganya.

Digambarkan perbedaan rumah tinggal sementara --dihuni keluarga yang memiliki rumah luas tetapi kini harus tinggal berdesakkan di petak-petak kecil -- juga lahan terbuka di zona tertutup dengan sapi-sapi terlantar yang melenguh dan jalanan yang ditumbuhi rumput liar.

"Burung-burung berkicau dan kita seperti mengganggunya. Namun, di samping keindahannya, segala sesuatu seperti terhenti dalam waktu," kata Kubota, yang dikenal sebagai pembuat film dokumen.

"Sangat indah tetapi tidak ada orang yang bisa tinggal di sana. Ada sesuatu yang mengancam. Kita tidak bisa menciumnya, warna-warni tidak berubah dan kita tidak bisa melihat atau merasakan. Ada sesuatu yang menakutkan."

"Gambaran yang kontras mungkin dimaksudkan oleh Kubota untuk menyampaikan pesan tanpa terlalu gamblang," kata kritikus film Yuichi Maeda.

"Membawa kamera ke tempat 'di larang masuk' dan mengambil gambar di sana benar-benar menunjukkan bekas cakaran kecelakaan nuklir," kata Maeda.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement