REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON — Aktor dan sutradara Ben Affleck, yang juga aktivis hak asasi manusia, pada Rabu (26/2) bersaksi di depan Kongres mengenai masalah di Republik Demokratik Kongo. Affleck mendesak Presiden AS Barack Obama untuk langsung berhubungan dengan Presiden Joseph Kabila dari Kongo, untuk mendorongnya menegakkan komitmen atas reformasi keamanan.
Ia bersaksi di hadapan Komite Senat Urusan Luar Negeri, bersama Russell Feingold, duta khusus AS untuk daerah Great Lakes dan Kongo, dan Roger Meece, mantan duta besar AS untuk Kongo.
Sidang dengar pendapat itu diadakan tiga bulan setelah M23, kelompok pemberontak di Kongo mengumumkan pengakhiran pertempuran yang telah berlangsung 19 bulan melawan pemerintah di Kinshasa.
"Kalau bukan karena kepemimpinan Kongres AS yang kuat, bersama dengan pemerintahan Obama, Kongo tidak akan ada di titik balik yang penting ini," ujar Affleck seperti dilansir voanews.com, Jumat (28/2).
Bintang Hollywood yang juga pendiri Eastern Congo Initiative, organisasi pemberi hibah dan advokasi untuk Kongo ini mendesak pemerintahan Obama untuk memainkan peran lebih besar dalam masa depan Republik Demokratik Kongo atau DRC.
"Saya juga di sini untuk menyampaikan pesan mendesak: Pekerjaan kita di DRC belum selesai," ujar Affleck. "Kita tidak dapat menghilangkan kepemimpinan AS pada saat perdamaian dan stabilitas yang berkelanjutan ada dalam jangkauan."
Senator John McCain menganggap keahlian Affleck memiliki kredibilitas dan mengagumkan. "Kredibilitas Anda mengagumkan karena tingginya komitmen Anda," ujar McCain.
Peraih Oscar dua kali itu, yang mengunjungi Kongo sedikitnya sembilan kali, mengatakan ia terinspirasi dengan kisah-kisah yang disampaikan anak-anak dan perempuan. “Kisah-kisah mereka menyedihkan tapi juga penuh harapan. Orang-orang memiliki keinginan untuk mengklaim kembali diri dan harga diri mereka," ujar Affleck.
Baik Affleck maupun Feingold memuji upaya AS dan dunia internasional dalam membantu mengalahkan militer M23 oleh pasukan pemerintah Kongo.
Namun mereka mendesak diteruskannya tekanan internasional terhadap pemerintah Kongo untuk mengimplementasikan reformasi sektor keamanan dan mengorganisir pemilihan umum yang bebas dan adil.
Feingold mengatakan Great Lakes dan DRC "ada di persimpangan." Bagian Timur Kongo telah mengalami dua dekade perang dan ketidakstabilan, termasuk pemberontakan M23.