Kamis 19 Dec 2013 08:13 WIB

Biennale Desain & Kriya 2013, Ajang Mencari Parameter Desain Indonesia

Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Wamen Parekraf), Sapta Nirwandar
Foto: Antara
Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Wamen Parekraf), Sapta Nirwandar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Untuk pertama kalinya pameran desain dan kriya berskala nasional yang mengedepankan konsep kreatif dan inovasi dalam arti yang sebenar-benarnya akan digelar.

Acara bertajuk Biennale Desain dan Kriya Indonesia 2013 akan digelar sebulan penuh, mulai 19 Desember 2013 hingga 19 Januari 2014, di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta.

Eddy Soetriyono, salah seorang Steering Committee Biennale Desain dan Kriya Indonesia mengatakan, di tahun 1992 memang ada Expo Seni dan Desain yang menggelar karya seni dan desain. Namun pameran itu tidak bisa dikategorikan Biennale secara konseptual.

Sejak itu tak ada lagi pameran yang signifikansinya sama dengan Expo tersebut, kecuali pameran industri kreatif semacam inacraft yang hampir tiap tahun diselenggarakan.

"Ajang ini menempatkan desain sebagai kajian utama dengan mempertimbangkan peleburannya dengan dunia seni, industri, ekonomi dan aspek-aspek budaya lainnya," kata Eddy dalam jumpa pers Biennale Desain & Kriya Indonesia 2013, Rabu (18/12) di Jakarta.

Pameran kali ini melibatkan 93 peserta dari delapan sektor ekonomi kreatif, yaitu bidang arsitektur, interior, mebel, produk, kriya, tekstil, desain interior, mode, dan grafis yang terbagi dalam 13 karya kolaborasi dan 53 karya perseorangan.

Semua karya tersebut memiliki satu tema, yaitu Geoetnik. Tema ini sengaja dipilih karena Indonesia sejatinya memiliki 600 etnik. Identitas bangsa ini penting untuk digali agar desain Indonesia tidak menjadi pengikut (follower), tapi justru menjadi landasan untuk memunculkan identitas desain Indonesia.

"Basis kita untuk bersaing adalah kembali ke akar," ujar Irvan A Noe'man, kurator untuk ajang tersebut.

Imelda Akmal, arsitek yang juga duduk sebagai salah satu steering committee mengatakan peserta tidak boleh terjebak dengan kata etnik tersebut.

"Seringkali desainer kita terjebak dalam tradisi, seharusnya yang diambil adalah esensinya untuk kemudian digodok menjadi sesuatu yang baru dan diusahakan menjadi parameter desain Indonesia," kata Imelda.

Di kesempatan yang sama, Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sapta Nirwandar menyatakan dukungannya terhadap ajang ini.

"Kita akan dorong ekspresi kreatifitas di bidang desain dan kriya. Ini wadah berharga untuk desainer agar berkontribusi pada dunia kreatif," kata Sapta.

Pihaknya berjanji akan terus mendukung acara ini agar dapat terlaksana setiap dua tahun sekali.

"Kita akan evaluasi dan programkan secara continue (bersambung)," demikian Sapta.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement