Sabtu 07 Dec 2013 00:29 WIB

Anis Matta: Mandela Genius

Palestinian President Mahmoud Abbad and Nelson Mandela
Foto: BBC
Palestinian President Mahmoud Abbad and Nelson Mandela

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Partai Keadilan Sejahtera Anis Matta menilai kepergian pejuang demokrasi Afrika Selatan, Nelson Mandela, sebagai sebuah kehilangan bagi kalangan internasional mengingat peran mendiang yang mampu menghubungkan banyak dunia.

"Dunia kehilangan jembatan yang menghubungkan banyak dunia. Generasi lama yang penuh kebencian dan kekerasan dijembatani Mandela menuju generasi baru yang demokratis dan cinta damai," demikian Anis dalam keterangan pers yang diterima Antara di Jakarta, Jumat.

Anis menilai, mendiang Mandela bukan hanya menjadi jembatan menuju generasi demokratis dan cinta damai, melainkan juga membawa benua Afrika, khususnya Afrika Selatan, sebagai salah satu simbol kemajuan serta berdiri setara dengan pusat-pusat kemajuan dunia.

"Mandela menjembatani Afrika yang diidentikkan dengan kemiskinan dan keterbelakangan, diantarkan menjadi simbol kemajuan dan kesetaraan dengan pusat-pusat kemajuan dunia. Lihat kesuksesan Piala Dunia 2010, itulah Mandela," katanya.

Selain itu, Anis menuturkan bahwa Mandela merupakan sosok yang mengajarkan sikap rekonsiliasi dan pemaafan secara nyata lewat langkahnya memaafkan seluruh musuh-musuh politiknya ketika dia akhirnya memenangi pemilu dan menjadi Presiden Afrika Selatan.

Oleh karena itu, sudah pasti kepergian Mandela akan meninggalkan duka bagi kalangan internasional meskipun selepas mangkat dia mewariskan pemikiran dan sikapnya tentang rekonsiliasi dan pemaafan.

"Kita semua kehilangan Mandella. Dialah tokoh yang dilahirkan oleh sejarah, dunia berduka atas kepergiannya. Warisannya tentang rekonsiliasi dan pemaafan menyumbang kekayaan khazanah demokrasi di dunia," kata Anis.

Ikatan Indonesia

Anis menyebutkan bahwa Mandela memiliki satu keterikatan unik dengan Indonesia mengingat dia memiliki kesamaan kisah dengan para pendiri bangsa.

Menurut Anis, sebagai anak kepala suku setempat, Mandela bisa saja mengambil langkah kompromi dan menikmati hak istimewa dari status sosialnya tersebut.

"Akan tetapi, dia memilih untuk berjuang memerdekakan bangsanya dari penjajahan dan diskriminasi rasial, dia mengalami pemenjaraan dan menjalani hidup sengsara, serupa dengan para pencetus Sumpah Pemuda di Indonesia," katanya.

"Sebagai kalangan terdidik para pencetus Sumpah Pemuda 1928 itu bisa saja menjadi birokrat di dalam pemerintahan kolonial Belanda dan hidup makmur. Akan tetapi, mereka memilih berjuang dan memerdekakan bangsa Indonesia dari penjajahan. Itu adalah pelajaran sejarah universal yang juga muncul pada masa Mandela," katanya.

Sementara itu, Mandela juga dikenal gemar menggunakan batik Indonesia di beberapa kesempatan. Salah satu hadiahnya untuk pendiri raksasa industri multimedia Microsoft, Bill Gates, adalah sebuah kemeja batik khas Indonesia.

Menurut Anis, kegemaran Mandela atas batik bisa dilihat sebagai sebuah lanjutan kaitan budaya antara Indonesia dan Afrika Selatan yang terbangun lewat sejarah panjang kedatangan Syekh Yusuf dari Bugis ke negeri tersebut membawa penyebaran agama Islam.

Syekh Yusuf pada tahun 1693 diasingkan oleh pemerintah kolonial Belanda ke Afrika Selatan dan belakangan dianggap sebagai bapak komunitas muslim dan budaya melayu dari Indonesia di semenanjung selatan benua Afrika tersebut.

"Kaitan budaya itu dilanjutkan oleh Mandela dengan kegemarannya memakai batik. Saya tidak tahu ide dari mana.

Kalau tidak salah, ketika Mandela bertemu Pak Harto (Presiden Soeharto, red.). Dari situ kita bisa lihat kegeniusan Mandela menempatkan dirinya sebagai jembatan budaya antara Indonesia dan Afrika Selatan lewat batik," tutup Anis.

Nelson Mandela meninggal dunia dalam usia 95 tahun di kediamannya di Johannesburg pada hari Kamis (5/12) setelah mengalami sakit infeksi paru-paru.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement