REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Mantan Menteri Kehutanan MS Kaban mengaku sangat mengagumi sosok Mulyana Wira Kusuma sebagai tokoh pejuang keadilan bagi masyarakat bawah.
"Dia adalah tokoh yang membela hak-hak demokrasi," ujar MS Kaban yang turut hadir dalam pemakaman jenazah Mulyana Wira Kusuma di Kelurahan Pasir Kuda, Kota Bogor, Jawa Barat, Senin.
Kaban menyebutkan bahwa sebagai warga Bogor, ia mengenal Mulyana sejak tahun 1983, saat dirinya mengajar di Universitas Ibnu Khaldun.
Menurut Kaban, sebelum mengajar di Universitas Indonesia, Mulyana sempat menjadi dosen di Universita Ibnu Khaldu, atau UIKA.
Kaban juga mengenal Mulyana sebagai tokoh dari berdirinya Lembaga Bantuan Hukum Universitas Ibnu Khaldun dan mendirikan badan koordinasi Pondok Pesantren se Indonesia bersama Sholeh Iskandar.
"Perjuangannya dalam membela hak-hak sudah dilakukan sejak muda," ujar politis Partai Bulan Bintang tersebut.
Kaban menyebutkan, satu hal yang dikenangnya dari sosok Mulyana adalah tidak pernah membeda-bedakan siapapun yang layak dibelanya.
"Dia mau menjadi pengadilan cuma-cuma bagi mereka yang membutuhkan," ujarnya.
Menurut Kaban, Mulyanan juga konsisten dengan perjuangannya dan tidak pernah surut dengan tekanan apapun tetap membela dengan segala resiko yang ada.
"Terakhir saya bertemu almarhum satu tahun yang lalu. Saat itu kita terlibat dalam diskusi terkait penegakan demorkasi. Kami selalu bertemu untuk berdiskusi," ujarnya.
Mulyawa Wira Kusumah meninggal dunia Minggu (1/12) sekitar pukul 21.30 WIB di RS Dharmais Jakarta akibat sakit paru-paru yang dideritanya. Almarhum dimakamkan di dekat makan keluarga tidak jauh dari makam ibunya di Kelurahan Pasir Kuda, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor.
Mantan anggota KPU sekaligus pegiat demokrasi dan hak asasi manusia (HAM), Mulyana Wira Kusumah, dikenal sebagai sosok yang egaliter dan terbuka semasa hidupnya.
Mulyana pernah menduduki jabatan sebagai Direktur Eksekutif Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia dan ikut membentuk KIPP serta Komite Orang Hilang dan Korban Kekerasan (Kontras).
Saat KPU terbentuk untuk pertama kalinya pascareformasi, Mulyana bersama pegiat pemilu lain tergabung sebagai anggota Panwaslu Pusat.
Dua tahun kemudian saat KPU angkatan kedua (2001 - 2007) dibentuk, Mulyana termasuk dalam anggota Tim 11 penyelenggara Pemilu yang disahkan melalui Keputusan Presiden Nomor 10 Tahun 2001.
Selama menjadi anggota KPU, Mulyana sempat ikut terseret dalam kasus korupsi, bersama dengan Nazaruddin Syamsuddin yang saat itu menjabat sebagai Ketua KPU.