Kamis 25 Jul 2013 12:57 WIB

Ketika Musik Metal Persatukan Israel-Palestina

Band 'Orphaned Land' ketika tampil di atas panggung
Foto: the guardian
Band 'Orphaned Land' ketika tampil di atas panggung

REPUBLIKA.CO.ID, -- Musik adalah bagian dari seni, di mana seni menawarkan keindahan. Sedangkan dalam keindahan sudah pasti terdapat kedamaian.

Hal ini mungkin yang diusung oleh dua band metal asal Israel "Orphaned Land" dan band metal asal Palestina, "Khalas". Keduanya merasa musik (metal) dengan segala keindahan di dalamnya dapat melampaui segala aspek, mulai dari politik, agama dan konflik.

Keduanya sama-sama sepakat bahwa dengan Metal Brotherhood (Persaudaraan Metal) segala permasalahan antara Israel dan Palestina --yang kerap disebut sebagai seteru abadi-- dapat berakhir. Keyakinan itu akan ditularkan keduanya dengan sama-sama menjalani rangkaian tur selama tiga pekan ke sejumlah negara di Eropa, termasuk Inggris.

Dilansir dari The Guardian, Kamis (25/7), mereka akan tampil 18 kali di enam negara. Mereka akan menaiki bus yang sama dan berbagi panggung dalam semangat "Metal Brotherhood" yang dapat mengabaikan perbedaan agama dan identitas nasional.

Saat peluncuran kampanye tersebut dalam satu konser di Tel Aviv pekan lalu, personel vokalis Orphaned Land Kobi Farhi dan lead guitar Khalas, Abed Hathut mengatakan bahwa mereka mungkin tidak dapat mengubah dunia.

"Namun dengan berbagi panggung dan bus lebih memliki makna dari ribuan kata. Kami akan menunjukkan bagaimana dua orang dari latar belakang berbeda yang hidup di zona konflik dapat tampil bersama," kata Kobi Farhi.

Para personel Khalas dan Orphaned pertama kali bertemu di satu stasiun radio. Di sana mereka menyadari bahwa mereka memiliki banyak kesamaan dibanding perbedaan. Akhir pekan lalu menjadi kali pertama keduanya berbagi panggung.

Orphaned Land dalam musiknya memang selalu memasukkan tema politik. Salah satu lirik yang paling dikenal dari Orphaned Land adalah "Apakah kita bisa melihat akhir dari perang ini, saudara sedarah? Ataukah kita harus mengisi makam lain, dengan diri kita, yang tak lagi bisa kita selamatkan."

"Musik kami tidak pernah berkisah tentang mantan pacar, selalu tentang politik," sebut Farhi.

Meski memiliki tujuan dan semangat positif, kampanye mereka mendapat penolakan dari aktivis Palestina, yang menyatakan bahwa proyek koeksistensi mereka merupakan diskriminasi terhadap kenyataan  di mana militer Israel melakukan pendudukan di wilayah Palestina.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement