REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Pakar kelautan Universitas Diponegoro Semarang, Prof Agus Hartoko, menyatakan perairan di Indonesia memiliki tiga spesies fosil hidup, yakni hewan laut purba yang sebenarnya terkategori fosil.
"Hewan laut purba yang terkategori sebagai fosil. Namun, kenyataannya di Indonesia masih hidup. Ini disebut 'the living fossil' atau fosil hidup, setidaknya ada beberapa yang sudah ditemukan," katanya di Semarang, Kamis (31/1).
Ia menyebutkan fosil hidup pertama, yakni ikan raja (Latimeria menadoensis) di kawasan Utara Manado, Sulawesi, padahal spesies ini di kawasan Eropa, Amerika Serikat, Mesir, dan Maroko sudah dikategorikan sebagai fosil.
Namun, kata dia, ikan yang diperkirakan sudah ada sejak jutaan tahun lalu itu ternyata ditemukan di perairan Utara Manado, Indonesia sehingga membuktikan bahwa perairan Indonesia memang memiliki potensi fosil hidup.
"Spesies kedua adalah Nautilus, yakni sejenis hewan moluska yang masih bisa ditemukan di perairan Selat Makassar dan Indonesia Timur. Padahal, hewan ini sudah dinyatakan sebagai fosil di berbagai negara," katanya.
Fosil hidup yang ketiga, kata guru besar ke-192 Undip itu, yakni Mimi-mintuno (Limulus sp), sejenis crustacea atau udang-udangan yang masih cukup banyak bisa ditemukan di perairan Karimunjawa, Jepara dan Medan.
Menurut dia, bertahannya fosil hidup itu di perairan Indonesia diperkirakan karena hewan-hewan laut itu terperangkap di palung-palung kedalaman 5.000 meter saat menurunnya permukaan air laut berjuta tahun yang lalu.
"Ya, akhirnya hewan-hewan laut yang di sebagian besar negara sudah dinyatakan sebagai fosil ini tetap bertahan hidup hingga sekarang. Proses alam yang membuat mereka terperangkap palung membuatnya 'terawetkan'," katanya.
Meski demikian, dia mengakui bahwa populasi hewan laut yang tergolong fosil hidup itu di perairan Indonesia sekarang ini sangat sedikit, atau hanya tinggal seribuan ekor, sehingga perlu langkah untuk melestarikannya.
Pembudidayaan hewan yang tergolong fosil hidup itu, kata dia, memang tidak mudah karena harus mengetahui berbagai aspek, terutama genetikanya sehingga menjadi jalan masuk untuk langkah pengembangbiakannya.
"Kami sedang bekerja sama dengan Jepang untuk meneliti genetika hewan-hewan ini. Kalau genetiknya sudah diketahui baru bisa dikembangbiakkan," kata pengajar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Undip tersebut.