REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketatnya persaingan dalam industri musik Indonesia dewasa ini menuntut para musisi berlomba menyuguhkan satu suguhan musik yang berbeda. Apalagi buat mereka para pendatang baru.
Mengawinkan musik tradisional dengan musik modern menjadi satu alternatif. Seperti yang dilakukan ASAP Dragonfly, pendatang baru yang coba menggabungkan alunan musik angklung yang lembut dengan musik rock yang keras.
Bukan perkara mudah tentunya, namun band yang beranggotakan Chairani Anwar (vokal), Ragil Putranto (drum), Denny Maruf (bas), Syafirul Handaya (gitar), Oyan (gendang), Arif (angklung II), Momo (kecapi suling) dan Opay (lead angklung) ini berhasil mengawinkan kedua unsur tradisional dan modern itu dengan baik.
Terbukti, sambutan positif dilayangkan sejumlah musisi kawakan seperti Lilo 'Kla Project', Eno 'Netral, Yuke 'Dewa19' dan John Paul Ivan saat berkolaborasi dalam sebuah show kecil di Ancol akhir pekan lalu.
"Kita inginnya sesuatu yang beda namun total tentang Indonesia. Rock kan memang lebih dikenal western. Dan angklung disini bukan sekedar tempelan, tapi memang nge-blend dengan musik Rock yang disuguhkan," ujar Michelin, produser ASAP Dragonfly.
Dengan kekuatan tersebut, dikatakan Michel, ASAP Dragonfly telah menarik minat seorang produser rekaman dari Los Angeles, Amerika.
"Bukan cuma angklung, ada banyak jenis musik tradisional lain. Nanti kita akan coba gabungkan terus. Ada sindenya juga. Jadi benar-benar band yang sangat unik," ujar Michelin.
Band yang terbentuk sejak 2006 itu juga sudah pernah diminta tampil di beberapa negara besar. Mereka mengaku disambut meriah saat memainkan musik rock disertai angklung.
"Kebetulan kami pernah main ke empat negara, Turki, Cina, Shanghai, Mesir dan terakhir ke Malaysia. Reaksi penonton wow banget. Karena kami lebih menampilkan art Indonesia," terang Rully.