REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA – Pesona batik Tasikmalaya sudah terkenal di Indonesia. Dengan motifnya yang khas, batik Tasikmalaya mempunyai karakter kuat dan menjadi identitas tersendiri bagi Kota Tasikmalaya.
Tak ayal produksi batik asal Tasikmalaya sudah bisa dipasarkan sampai ke luar jawa, bahkan luar negeri. Namun demikian, perkembangan Tasikmalaya saat ini dihadapkan berbagai kendala. Bukan hanya modal bagi pengusaha dan pengrajin, tetapi yang paling dikhawatirkan saat ini adalah regenerasi pembatik, dimana saat ini pembatik yang ada di Kota Tasikmalaya berada pada usia tua.
Pengrajin batik adalah nyawa dari kelestarian batik. Terlebih batik tulis, yang harus dibuat secara manual oleh tangan-tangan kreatif. Di Tasikmalaya, mayoritas pengrajin yaitu di atas 50 tahun. Tentunya perlu regenerasi pengrajin batik kepada para penerus. Kelestarian batik akan terjaga, bila regenerasi pembatik berjalan, sehingga keahlian pembatik bisa turun temurun dan berlanjut ke generasi berikutnya.
Salah seorang pengusaha batik asal Kota Tasikmalaya, Yuyun Sriwahyuni mengakui, pengusaha batik di Kota Tasikmalaya khawatir dengan regenerasi pembatik, karena mayoritas pengrajin batik yang ada saat ini didominasi oleh kalangan tua.
Ia menuturkan, batik yang diproduksi oleh perusahaannya, sekitar 75 persen dilakukan oleh pengrajin dengan usia 40 sampai 60 tahun. Hanya 25 persen saja pengrajin batik yang berada pada usia 40 tahun ke bawah.
“Yang tua sebenarnya masih eksis, hanya saya khawatir ke depannya ada tidak yang meneruskan. Kami akui, pembatik dari kalangan generasi muda masih sangat minim,” ujarnya, usai acara peringatan Hari Batik Nasional Tingkat Kota Tasikmalaya, Selasa (2/10).
Yuyun mengatakan, geliat batik Nasional saat ini berada pada kondisi yang sangat baik. Terlebih Tasikmalaya memiliki corak batik yang khas, sehingga bisa bersaing dengan batik-batik yang sudah tenar seperti Solo atau Pekalongan.