REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Kain Lurik seolah tenggelam dengan mendunianya batik. Sama-sama kebudayaan kain asal Indonesia, lurik dianggap bahan untuk pakaian kelas dua.
Pengelola Perusahaan Tenun Lurik Kurnia Jussy Rizal punya trik tersendiri untuk mempertahankan kain lurik. Jussy ternyata menyimpan jurus rahasia dari almarhum kakeknya, yakni melakukan inovasi.
Jadi selain masih memproduksi tenun lurik klasik yang biasa dikenakan untuk pakaian adat seperti yang dikenakan oleh para abdi dalem dan prajurit keraton, juga memproduksi lurik yang sesuai dengan tren.
''Saya selalu melihat tren motif maupun warna yang sedang tren setiap tahun. Sehingga warna-warna yang diproduksi oleh Tenun Lurik Kurnia biasanya mendapat masukan dari para desainer dan kami selalu browsing di internet,''ungkap dia.
Bahkan di Showroom Kurnia di samping menjual kain tenun lurik dan pakaian lurik, juga menjual berbagai kerajinan yang terbuat dari tenun seperti : tas, dompet, bros, taplak, dan sebagainya. Dengan membuat beraneka produk dari tenun, Jussy berharap kaum muda juga mencintai tenun lurik. Karena tenun lurik bisa fleksibel dibuat apa saja.
Dia mengakui tenaga di perusahannya sudah tua-tua. Bahkan penenun lurik di Kurnia yang berusia di atas 60 tahun lebih dari 50 persen. ''Sebetulnya menenun itu kalau dipelajari mudah, cuma butuh ketelitian''ungkap dia.
Jussy mengatakan di perusahaan tenun lurik sering dikunjungi oleh para siswa SMA dan mahasiswa. ''Mereka melihat dari mulai proses produksi hingga produk yang jadi di showroom,'' tutur cucu pendiri tenun lurik Kurnia ini.