Kamis 27 Sep 2012 15:01 WIB

'Upin-Ipin' Alat Politik Kebudayaan Malaysia

Upin-Ipin
Upin-Ipin

REPUBLIKA.CO.ID, JAMBI -- Ketua Lembaga Sensor Film (LSF) Indonesia mengungkapkan film Upin-Ipin yang dikonsumsi generasi anak-anak di hampir seluruh tanah air saat ini sesungguhnya adalah alat politik kebudayaan dari negeri Jiran yang halus dan familiar.

"Tanpa kita sadari sesungguhnya sistem pertahanan budaya negeri Jiran Malaysia yang dengan bingkai Malay World (Dunia Malayu) telah merasuk secara halus ke tengah perikehidupan generasi masa kini melalui media film animasi, Upin-Ipin adalah salah satu contohnya," kata Ketua LSF Indonesia, DR Mukhlis PaEni di Jambi, Kamis (27/9).

Hal tersebut diungkapkan Mukhlis saat menjadi pembicara pada Seminar Nasional Asosiasi Tradisi Lisan di Hotel Ratu kota Jambi.

Dikatakan dia, film Upin-Ipin jelas-jelas mengemban misi dan visi masa depan 'Malay World' seperti yang menjadi jargon politik kebudayaan Malaysia, dan melalui media film atau animasi sangat efektif mereka telah menularkan paham-paham dan pemikiran kebudayaan tersebut kepada masyarakat nusantara yang termasuk dalam ras Melayu termasuk Indonesia.

''Saat ini bisa kita lihat sendiri, betapa generasi kita, anak-anak kita, cucu-cucu kita telah begitu terbius dengan tokoh Upin-Ipin itu, apa visi misi yang disuntikkan dan ditularkannya adalah semangat persahabatan multi etnis sebagaimana misi 'Malay World' yang lingkup kawasannya meliputi wilayah yang sangat luas di daratan dan lautan Pasifik ini," ungkapnya.

Wilayah itulah, yang dalam bingkai kacamata Malaysia ingin dijadikan jazirah peradaban dan kebudayaan Melayunya di masa mendatang, dan sebagai dampak dari sistem kampanye yang dilakukan melalui animasi anak-anak sekarang ini dampaknya akan terasa dan terlihat 25 hingga 30 mendatang ketika anak-anak sekarang telah tumbuh menjadi generasi produktif.

Kehadiran film Upin-Ipin di tanah air, terang saja tidak bisa dicegah oleh lembaga sensor film, (LSF) karena memang tidak ada pelanggaran pasal-pasal maupun pelanggaran nilai-nilai dari film tersebut, muatannya pun sangat positif jauh lebih baik dibanding animasi-animasi buatan Jepang atau Hollywood Amerika seperti 'Sincan', 'Doraemon', atau 'Spongebob'.

"Saat ini anak kecil di seluruh tanah air menyukai film animasi itu, tidak hanya di negeri-negeri tempat berdiamnya suku Melayu seperti Sumatera tapi juga di pulau-pulau dan etnis lain seperti di Jawa, Nusa Tenggara, bahkan di Papua, begitu ampuhnya kampanye budaya film ini," ujar dia.

Pemerintah atau masyarakat Indonesia, tambah dia, tidak harus mencegah ataupun melakukan perlawan 'counter attack' atas eksistensi animasi ini, hanya saja perlu adanya upaya pengimbangan dengan cara yang sama seperti membuat animasi yang sama kuatnya.

"Saat ini jangankan mengharapkan munculnya kreatifitas tokoh animasi baru karya anak negeri yang diangkat dari akar budaya masyarakat, yang muncul justeru tokoh fiksi akibat tertular pengaruh budaya barat,'' ujarnya.

Ia menegaskan, dulu memang sempat menjadi era keemasan bagi tokoh animasi boneka 'Si Unyil' namun seiring perubahan zaman maka era kejayaan itu memang harus berlalu dan semestinya digantikan dengan tokoh baru sesuai perkembangan zaman karya kreatif seniman negeri.

Karena kalau pun dipaksakan 'Si Unyil' hadir kembali maka tetap saja tidak akan efektif karena memang zaman menuntut hadirnya tokoh baru yang lebih membumi dengan zaman dan perkembangan jiwa anak-anak zaman sekarang.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Terkait
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement