Ahad 15 Jul 2012 20:50 WIB

Pameran 'Gelombang Tiang' Tontonkan Persoalan Kehidupan Manusia

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA - Pameran tunggal Win Dwi Laksono bertajuk 'Gelombang Tiang' menampilkan karya seni rupa yang berbicara tentang hal-hal yang berhubungan dengan permasalahan kehidupan manusia dalam bentuk figur tunggal maupun berkelompok.

"Win membuat karya-karya yang dipamerkan tersebut berdasarkan proses aksi dan reaksi yang saling berhubungan, dan membuatnya terinspirasi untuk membuat karya selanjutnya untuk menjawab kegelisahan dari karya yang dibuat sebelumnya," kata pengamat seni Inge Santoso di Yogyakarta, Ahad (15/7).

Menurut dia ada sebanyak 16 karya yang tersaji dalam pameran tunggal seniman kelahiran Kediri, 12 Juli 1957 itu. Pameran yang digelar di Bentara Budaya Yogyakarta itu akan berlangsung hingga 18 Juli 2012.

Dosen Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta Suwarno Wisetrotomo mengatakan 'Gelombang Tiang' yang digunakan dalam pameran itu menyasar pada dua pengertian, bahkan lebih. Gelombang adalah isyarat gerak dan kekuatan besar, sedangkan tiang bisa dimengerti sebagai penyangga, bisa pula sebagai kata ganti orang.

Dalam konteks itu gelombang tiang dapat dimaknai sebagai gerak bergulung penyangga-penyangga atau gelombang orang-orang. Dalam konteks bangsa, gelombang tiang berupa pemimpin dan rakyat, sedangkan dalam konteks fisik yang masif, dapat dimengerti sebagai tiang-tiang penyangga bangunan.

"Gelombang pada saat tertentu menjadi indah dan berguna, dan pada saat yang lain berpotensi menjadi bencana. Karya-karya dalam pameran 'Gelombang Tiang' itu sebagian dihasratkan untuk menyampaikan pesan semacam itu," katanya.

Pengelola Bentara Budaya Yogyakarta Hermanu mengatakan karya-karya pada pameran itu mengingatkannya pada lukisan tradisional karya Citro Waluyo pada 1980-an yang menggambarkan seri pesugihan.

Satu di antaranya adalah pesugihan 'Kandang Bubrah' yang menggambarkan jika ingin mengambil persugihan ini harus mengubah rumahnya terus menerus, sehingga tampak selalu merenovasi rumahnya. Dengan berlaku demikian pelaku akan mendapat rezeki yang berlimpah karena dibantu oleh para jin.

Namun, ketika pelaku meninggal, di alam baka nanti akan menjadi salah satu tiang pada sebuah rumah yang tersusun dari bagian-bagian tubuh manusia, rumah ini akan selalu 'bubrah' atau roboh ketika setiap selesai disusun.

"Karya-karya Win yang sebagian besar merespons bentuk tubuh-tubuh manusia yang disusun menjadi bentuk kubus dan balok sejalan dengan karya Citro Waluyo tersebut," katanya.

Ia mengatakan karya-karya Win juga menggambarkan alam akhirat di mana ketamakan membuat mereka gelap mata dan melakukan segala cara untuk keuntungan dan kesenangan duniawi semata. Karya Win selalu bergerak, bergelombang dari waktu ke waktu tanpa henti sebagai hukuman bagi mereka yang menduakan Tuhan Yang Maha Esa.

"Win menggambarkan bagaimana kalau gelombang manusia atau amuk massa sampai terjadi tentu akan melindas apa saja yang ada di depannya, Win memberikan peringatan sekaligus menawarkan solusi untuk kembali menjadi manusia yang bertobat kepada Tuhan Yang Maha Esa," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement