Rabu 20 Jun 2012 05:00 WIB

Flowers Of War, Kisah Penata Rias Mayat di Tengah Gejolak (II)

Rep: setyanavidita livikacansera/ Red: M Irwan Ariefyanto
Flowers of War
Foto: crazyyetwise.com
Flowers of War

REPUBLIKA.CO.ID, Dalam hati, Miller merasa ada yang salah dengan kebaikan hati kolonel tersebut. Benar saja, tidak lama kemudian, sang kolonel datang membawa undangan yang memerintahkan seluruh murid di gereja untuk bernyanyi di pesta khusus tentara Jepang.

Sadar akan nasib mengenaskan yang menunggu para murid tersebut, Miller, Yu Mo, dan para anak buah Mo memutar otak untuk mencegah hal ini. Menyamar menjadi murid gereja akhirnya dipilih Yu Mo demi membantu anak-anak yang telah memberi mereka tempat berlindung.

Flowers of War mengangkat cerita dari masa perang besar antara Jepang dan Sino yang dikenal dengan nama Perang Sino pada 1937-1945. Beratnya menjadi perempuan di tengah medan perang digambarkan dalam film berdurasi 146 menit ini.

Sutradara Zhang Yimou piawai memberikan pengalaman menonton yang menyedihkan, mencekam, sekaligus menyayat hati lewat berbagai adegan yang ditampilkan. Para murid perempuan awalnya sangat membenci para pelacur yang menumpang di rumah mereka. Namun, perang membuat mereka melewati berbagai pengalaman buruk bersama. Rasa sepenanggungan sebagai perempuan membuat para perempuan berbeda jalan ini kemudian bisa berteman.

Film ini digarap sejak Desember 2010. Syuting banyak dilakukan di Provinsi Nanking, Cina, dengan total biaya pembuatan 94 juta dolar AS atau sekitar Rp 846 miliar. Dialog di film ini, 40 persen menggunakan bahasa Mandarin dan sisanya berbahasa Inggris.

Flowers of War dirilis di Cina pada 16 Desember 2011, beberapa hari setelah peringatan ke-74 Pembantaian Nanking yang juga selalu diperingati masyarakat Tirai Bambu untuk mengenang kejamnya perang pada masa itu. Faktor sejarah yang sangat kental sukses membawa film ini mendapat predikat box office pada minggu pertama penayangannya di Cina.

Peristiwa Nanking hingga kini masih menjadi isu sensitif yang mengganjal hubungan diplomatik antara Cina dan Jepang. Sebanyak 250 ribu hingga 300 ribu orang dibantai dan sekitar 20 ribu pe rempuan diperkosa. Meski banyak versi soal jumlah korban namun masih banyak bukti dan saksi sejarah yang dapat mengonfirmasi kondisi yang terjadi saat itu.

Dalam tiga minggu pertama, Flowers of War sukses meraup 89 juta dolar AS atau sekitar Rp 747 miliar di Cina. Pencapaian ini membuat Flowers of War menduduki peringkat keenam film terlaris sepanjang masa di Cina setelah filmfilm impor, seperti Transformers dan Avatar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement