Kamis 14 Jun 2012 09:38 WIB

Film '40 Years of Silence', Ungkap Sisi Lain Tragedi PKI

Film PKI
Foto: voa
Film PKI

REPUBLIKA.CO.ID, Menjelang dikeluarkannya laporan pelanggaran HAM tahun 1965 oleh Komnas HAM di Jakarta, sebuah film dokumenter yang mengisahkan tragedi pembunuhan ratusan ribu orang yang disangka terkait gerakan PKI, diputar di Washington DC, AS.

 

Puluhan orang memadati bioskop West End Cinema di Washington DC Rabu malam, menyimak pemutaran film dokumenter “40 Years of Silence : An Indonesian Tragedy”.  

Berbeda dengan film dokumenter resmi “Pengkhianatan Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia” atau disingkat “Pengkhianatan G-30S-PKI” yang semasa Presiden Soeharto berkuasa selalu diputar setiap tanggal 30 September oleh seluruh stasiun televisi nasional, film “40 Years of Silence: An Indonesian Tragedy”  mengangkat tragedi pembantaian itu dari empat sudut berbeda.  

Keempatnya berasal dari latar belakang keluarga yang berbeda, yaitu keluarga pengusaha Tionghoa, keluarga petani beragama Katolik dan Islam,  anak pemimpin partai pro PKI di Bali dan seorang anak yang lahir pada era tahun 1990an tapi ikut menjadi korban.

Robert Lemelson –antropolog lulusan Universitas California menggarap film “40 Years of Silence: An Indonesian Tragedy” ini sejak tahun 2002.  Ia telah mewawancarai ribuan orang yang terkena stigmatisasi, intimidasi dan perlakuan sewenang-wenang karena dinilai terlibat gerakan komunisme atau pro-kiri.  Banyak di antara korban ini bahkan anak-anak berusia 15-20 tahun yang sama sekali belum dilahirkan ketika tragedi itu terjadi, tetapi harus memikul dampaknya.

Empat puluh tujuh tahun setelah tragedi itu terjadi, berbagai pelanggaran HAM terhadap keluarga dan kerabat dari mereka-mereka yang dianggap terlibat gerakan komunisme atau pro-gerakan kiri masih terus terjadi.

Seperti keterbatasan untuk bersekolah dan bekerja karena stigmatisasi yang dilekatkan pada mereka, pemberian tanda tertentu pada kartu tanda penduduk atau keharusan mengisi formulir tertentu untuk memastikan mereka “bersih lingkungan” – satu istilah yang digunakan untuk menunjukkan ada tidaknya hubungan dengan komunisme atau Partai Komunis Indonesia.

Karena itu menurut Gadis Arivia, aktivis dan pendiri Yayasan Jurnal Perempuan, yang ikut menghadiri pemutaran film dan diskusi mengatakan disinilah letak pentingnya film-film seperti ini. Tidak saja mengingatkan masyarakat Indonesia akan masa kelam dalam sejarah pergolakan politik negara, tetapi juga versi lain suatu peristiwa.

 

sumber : voaindonesia
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement