Ahad 03 Jun 2012 06:00 WIB

Laskar Pelangi Rasa Bugis

Cover Novel Lontara Rindu
Foto: masgege.blogspot.com
Cover Novel Lontara Rindu

 

Beragam rasa telah Allah ciptakan. Dengan rasa-rasa itu menjadikan dunia berwarna warni, indah parasnya. Ada rasa senang, juga duka lara. Pun ada satu rasa yang juga sering terselip dalam hati. Membuat orang tak enak tidur, juga tak sedap bila bersantap. Bahkan, ada yang sampai tersungkur sakit. Demam menggigil bila rasa ini meradang. Itulah rindu. Dan rasa inilah yang dielaborasi sedemikian rupa dalam Novel Lontara Rindu.

Rindu antara Vito dan Vino. Dua saudara kembar, yang teramat ingin bersua sapa. Kerinduan yang bermula, ketika ayah dan ibunya harus berpisah. Karena ada beda keyakinan yang tak mungkin berpadu. Vito turut pada sang ibu dan Vino menitih jejak sang ayah. Terpisahlah keduanya. Mulailah rindu menganga.

Lontara Rindu. Lontara adalah kumpulan aksara Bugis. Begitu yang lazim dipahami. Tapi, ada makna lain dari lontara. Lontara semakna dengan kitab. Semoga tidak khilaf jika memaknai lontara rindu sebagai kitab yang berisi tentang parade kerinduan.

Novel ini punya ragam pesona. Satu yang paling menonjol adalah pesona budaya lokal, budaya Bugis. Jadi untuk Orang Bugis yang ada di rantau, Lontara Rindu terekomendasikan untuk menjadi kitab pelipur rindu. Bagi yang tak memiliki hubungan apapun dengan Bugis, bukan berarti novel ini akan membosankan.

S. Gegge Mappangewa, sang penulis, mampu meracik kisah budaya Bugis sehingga lezat pula dinikmati siapapun. Coba saja merunut alur ceritanya, akan banyak khazanah budaya baru yang mampu dipetik. Ambil satu contoh, di kalangan orang Bugis ada aliran kepercayaan, Tolotang namanya. Peribadatannya mirip agama Hindu. Maka oleh pemerintah, tergolongkanlah Tolotang sebagai agama Hindu, walaupun sebenarnya keduanya beda. Yang menambah menarik, nama orang Tolotang sangat kental nuansa Islam. Seumpama nama ayah Vito dan Vino. Namanya Ilham, nama yang sangat kental nuansa Islam. Tapi, ternyata Ilham adalah penganut Tolotang.

Bila menyeksamai Lontara Rindu, ia mirip novel Laskar Pelangi. Sama-sama mengangkat budaya lokal. Kalau Laskar Pelangi menyanjung Belitung, Lontara Rindu bersenandung tentang Sidenreng Rappang, salah satu Kabupaten di Sulawesi Selatan. Lontara Rindu pun berisi kisah tentang perjuangan sekelompok anak sekolah. Berjuang untuk menggapai cita-cita. Di tengah keterbatasan juga keterpencilan tempat.

S. Gegge Mappangewa (dalam launching novelnya di Makassar) mengatakan, kemiripan itu sekadar kebetulan saja. Sekelompok anak, yang menjadi pelakon pelengkap dalam Lontara Rindu, ternyata terinspirasi dari kisah nyata. Misalnya di akhir-akhir cerita, ada terselip kisah tentang pertandingan sepak bola.

Saat sekolah Vito (tokoh utama) kalah telak dari tim lawan. Saat itu Vito sang penjaga gawang, tak ikut bertanding. Karena menjalani “petualangan yang misterius” menuju Samarinda. Vito memang senang sepak bola. Tapi kerinduan pada sang ayah dan saudara kembarnya, jauh lebih menggoda. Itulah sebab tim sepak bola sekolah Vito kalah telak, 12-0. Kalau begini, tim lawan sudah di atas angin. Hampir pasti menang, kecuali ada keajaiban. Di sela sorak sorai penonton, ada kejadian menarik. Terjadi pergantian pemain. Pemain yang dimasukkan tidak biasa, seorang cewek. Pak Amin, guru sekolah Vito naik pitam. Wasit didatanginya, ini bukan lagi hal yang wajar.

“Ini bukan masalah kalah-menang Pak! Ini sudah masalah penghinaan! ...Di mana Anda simpan kurikulum berbasis karakter yang sekarang diterapkan di setiap sekolah? Di lemari kurikulum? Jangan berharap punya generasi berkarakter kalau gurunya sepeti Anda!” (Hal 332)

Ternyata sepenggal kisah di atas, benar-benar pernah terjadi. Langsung dialami penulis. Begitu penuturan langsung S.Gegge Mappangewa saat membedah novelnya. Inilah yang menyebabkan beberapa bagian dalam Lontara Rindu menjadi sangat hidup. Kuat dugaan, bagian itu adalah kisah nyata.

Novel Lontara Rindu nyaris sempurna, begitu tutur Asma Nadia, penulis 46 buku best seller. Jalinan kisahnya menarik, ada saat mengharukan, di lain waktu berganti dengan kelucuan. Akan tetapi, tak ada gading yang tak retak. Sesempurna apapun karya, selalu ada cela yang terlirik.

Ada yang sedikit menyentil dari novel ini. Membuat pembaca sedikit berkeluh kesah. Akhir cerita yang menimbulkan penasaran. Boleh jadi banyak pembaca yang mengharapkan Vito dan Vino bersatu lagi. Ayah (Ilham) dan ibunya (Halimah) rujuk dan mesra kembali. Ternyata tidak. Ilham menikah dengan seorang wanita, Nadia namanya. Ibu tiri Vino, sekaligus Vito. Vito mendapat Nadia berbalut jilbab, cermin muslimah shalehah. Vito semakin kaget saat melihat lukisan kaligrafi bertahta di dinding. Keheranan itu meluruh, saat Nadia menuturkan yang sebenarnya.

“Ayahmu masuk Islam setelah menikah dengan saya, Vino tentu saja ikut.” (hal 323)

Di akhir certa, Vito memilih pergi. Kembali kepada keharibaan ibunya. Meninggalkan ayahnya yang sementara membujur sakit. Menunaikan amanah saudara kembarnya, Vino.

“Katakan pada Mama, di sini saya merindunya, sangat merindunya! Wakili saya untuk menghapus air matanya saat dia menangis, Kak!” (Hal 338)

Vito pun berlalu pergi, dan Lontara Rindu pun selesai. Sebagian pembaca mungkin risih. Ceritanya mengambang. Itu adalah hak penulis, ingin diapakan akhir ceritanya. Tapi, ada pandangan berbeda. Cerita yang mengambang, menimbulkan rasa penasaran. Juga membuka peluang untuk melahirkan sekuel Lontara Rindu selanjutnya. Lagi-lagi seperti Laskar Pelangi yang bisa jadi tetralogi. Lontara Rindu, tentu punya kesempatan untuk itu.

Akhir cerita yang mengambang, bisa jadi pengganjal, boleh pula jadi pesona. Bagaimanapun harus diakui, Lontara Rindu berpijar-pijar pesona di dalamnya. Bertumpuk-tumpuk pengetahuan baru tentang budaya Bugis, juga muatan pesan-pesan luhur yang tidak menggurui. Maka, wajar saja bila novel ini mendapat penghargaan sebagai novel terbaik lomba novel republika 2011. Konon kabarnya, menyisihkan 455 naskah yang masuk ke meja redaksi. Luar biasa!

Adi Wijaya

Anggota FLP Makassar

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement