REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK-Diceritakan, kisah mengenai Pandadaran Kampus Sokalima. Semangat dari kisah ini menggambarkan sebuah negara yang sedang mengalami konflik, akibat berbagai lakon dari masyarakat negeri yang sering ingkar janji, diliputi oleh nafsu kekuasaan, dan kesombongan, yang bila tidak disikapi dengan kearifan dan keikhlasan, akan berujung kepada kehancuran negeri.
Selanjutnya kisah tersebut diceritakan secara gamblang selama dua jam dalam pagelaran wayang bertajuk Ruwatan Untuk Negeri yang merupakan kegiatan seni dan budaya Universitas Indonesia (UI) yang dilaksanakan di halaman Perpustakaan UI, Depok, Jawa Barat, Jumat (18/5).
Ruwatan ini menghadirkan empat tokoh nasional sebagai narasumber wayang interaktif, yaitu Mahfud MD (Ketua Mahkamah Konstitusi), Said Agil Siraj (Ketua MWA UI dan Ketua PBNU), Endriartono Sutarto (Mantan panglima TNI dan Anggota MWA UI) serta Gumilar R Somantri (Rektor UI).
Sujiwo Tedjo bertindak sebagai dalang, yang membawakan kisah berisi sembilan segmen, diawali dengan lakon Pandita Durna, yang harus menikah dengan kuda. Setting cerita ialah Istana Kerajaan Pancala, yang dipimpin oleh Raja Sucitro.
Kisah memuncak ketika terjadi peperangan antara Kurawa dan Gundama, karena upaya Kurawa untuk meringkus Prabu Sucitra dan Patih Gandama dengan penuh kebencian.
Nilai-nilai yang menjadi pesan utama dari acara pewayangan ini, ketika Pandawa yang sebenarnya bersama Kurawa, dipeintahkan oleh Durna untuk Prabu Sucitra, justu sukses 'meringkus' Prabu dan Patih Gandama dengan pendekatan 'hati'.
Filosofi yang ingin disampaikan, konflik merupakan sebuah hal yang pasti mendera kehidupan manusia. Namun, konflik akan dapat diakhiri dengan sebuah pendekatan yang humanis, tanpa dilumuri aura kebencian.
Dalam gelaran wayang selama dua jam ini, para narasumber diminta menyampaikan pesan yang mampu memberikan kesejukan, serta berbagi pesan budaya bagi penonton acara yang disiarkan secara langsung salah satu stasiun televisi ini. ''Ruwatan ini cukup bagus untuk intropeksi diri,'' kata Mahfud MD. ''Saya rasa sebagai anak bangsa kita harus saling mengingatkan, antara penguasa dan rakyatnya,'' terangnya.
Said Agil Siraj mengatakan agar negeri ini tidak hancur, sesama rakyat, sesama penguasa dan antara penguasa dan rakyat, serta rakyat dan penguasa harus saling menghargai. ''Kondisi bangsa kita hampir sama seperti yang ada dalam lakon tersebut. Untuk itu baik rakyat maupun penguasa harus memiliki sikap arif dan ikhlas dalam membangun bangsa,'' tuturnya