Senin 07 May 2012 23:32 WIB

Sudut Pandang: Catatan untuk Para Buronan, Surat Minta Pulang

Buronan (ilustrasi)
Foto: Dekstopnexus.com
Buronan (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, oleh: Fitriyan Zamzami (Redaktur Republika)

Kata orang-orang, lebih baik hujan batu di negeri sendiri daripada hujan emas di negeri orang. Bisa jadi, setelah sekian lama tak melihat rumah, demikian juga yang dipikiran Neneng Sri Wahyuni, istri terdakwa kasus suap Wisma Atlet SEA Games, M Nazaruddin.

Neneng ini sudah sejak Agustus tahun lalu dijadikan buronan. Sejak itu, seluruh dokumen keimigrasiannya di batalkan. Tak lama, ia juga dijadikan tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan pembangkit listrik di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Ka-barnya, masa pelariannya kebanyakan dihabiskan di negeri Jiran, Malaysia.

Berarti, hampir sepuluh bulan Neneng tinggal di luar negeri. Bayangkan, selama itu barangkali dia rindu rasa nya makan gado-gado, satai, dan bakso bersama kawan-kawan. Kemudian, satu malam Neneng berpikir “cukup sudah”. Kerinduannya terhadap Tanah Air tak terbendung, atau barangkali ia takut ditembak terlebih dahulu oleh Polis Diraja Malaysia, seperti TKI-TKI bernasib malang belakangan. Ia kirimkan surat itu buat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Isinya, ia bersedia pulang dijemput dengan syarat tak ditahan.

Ini adalah tamparan atau bahkan tonjokan telak buat penegak hukum Indonesia. Normalnya, surat-menyurat soal penangkapan ini dikeluarkan oleh penegak hukum, baik itu kepolisian, kejaksaan, maupun KPK. Bersamaan dengan penangkapan, biasanya disertakan dalam surat permintaan buat yang bersangkutan untuk datang baikbaik ke instansi penegak hukum bersangkutan. Jika yang dipanggil tak mau datang baik-baik, baru petugas datang melakukan penangkapan paksa.

Sekarang berbalik. Jarang sekali atau bisa dibilang tak pernah seorang tersangka meminta dijemput oleh penegak hukum. Kisah Neneng ini seperti melengkapi cermin ketidakcakapan aparat hukum kita lekas-lekas menjerat mereka-mereka yang pelesir ke luar negeri.

Kalau M Nazaruddin, suami Neneng, yang buron sejak Mei 2011 tak rajin koar-koar ke media dengan telepon genggam Blackberry-nya. Entah sampai kapan ia bisa terus buron. Kita ingat sebelumnya ada Nunun Nurbaetie, tersangka kasus suap Cek Pelawat DGSBI. Perempuan ini juga hampir setahun jadi buron sebelum akhirnya ditangkap di Thailand.

Ini belum termasuk puluhan buron lainnya yang menurut kepolisian jumlahnya mencapi puluhan. Tahun lalu, Kepala Bagian Kejahatan Internasional Mabes Polri, Kombes Pol Hasan Malik, menyatakan, dari puluhan buron itu, hanya 20 persen yang bisa dibawa pulang. Berarti, jika Anda kebetulan koruptor atau terpidana kejahatan lainnya dan punya rencana melarikan diri ke luar negeri, ada kemungkinan 80 persen Anda tak akan tertangkap. Ini tentu preseden mengerikan.

Orang Indonesia bisa dengan mudah melarikan diri keluar negeri dengan potensi besar tak tertangkap selepas melakukan kejahatan. Kalau sudah lelah di luar negeri atau kangen desa tak tertahankan, kirim suratlah pada penegak hukum. Jangan lupa ditambahi embel-embel “asal jangan ditahan”.

Penegak hukum beralasan, pelacakan buron di luar negeri sukar karena beberapa sebab. Di antaranya, bu ron an kerap melarikan diri ke luar ne geri lewat jalur-jalur tak resmi. Selain itu, para buron juga kerap kali dengan cerdiknya mengakali catatan keimigrasian menggunakan dokumen-dokumen palsu. Dari sini pencegahan menjadi penting. Masalahnya, beberapa kali terungkap, para buron sudah dapat bocoran soal rencana pencegahan.

Kemudian, ada lagi yang namanya ekstradisi. Beberapa negara belum punya perjanjian ekstradisi dengan Indonesia. Dengan ini, negara-negara itu tak punya kewajiban mengembalikan buronan Indonesia yang ngendondi negara mereka. Parahnya, negara-negara yang lebih pintar dan tahu kalau sering dipakai sembunyi buron menjadikan ekstradisi ini barang dagangan.

Dari situ, barangkali soal buronan di luar negeri ini adalah peer buat banyak institusi di Indonesia. Bukan hanya penegak hukum, melainkan keimigrasian, dan terutama diplomat diplomat kita. Hanya dengan kerja terpadu ini persoalan bisa diselesaikan. Jika tidak, silakan siap-siap dipermalukan lagi dengan buron yang mengirimkan surat minta dijemput.

sumber : berbagai sumber
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement