REPUBLIKA.CO.ID, LOS ANGELES - Bila Anda pikir bahwa hanya negara Dunia Ketiga yang mengalami krisis air, satu film dokumenter akan membuat Anda berpikir ulang. Masalah itu kini kian banyak djumpai di Amerika Serikat.
Sutradara Jessica Yu memanfaatkan kekuatan nama besar, seperti aktor Jack Black dan aktivis lingkungan Erin Brockovich --yang pernah diaperankan Julia Roberts dalam film pada 2000-- untuk menyoroti krisis air di AS lewat film "Last Call at the Oasis".
"Sepertiga negara bagian di AS akan mengalami kekurangan air pada 2050," kata Yu kepada kantor berita Reuters. "Hal ini bukan masalah yang dapat diselesaikan tapi kita dapat mengaturnya dengan cara yang lebih baik."
"Last Call at the Oasis" mengikuti usaha aktivis lingkungan hidup untuk mencari pertanggungan jawab dari mereka yang mengotori sumber daya alam bumi yang paling berharga: air bersih. Di Las Vegas, mereka menemukan kota gurun hanya memiliki sumber air terbatas sementara pertumbuhan kota terjadi cepat.
Kemudian di negara bagian di barat, dengan banyak pedesaan adalah lokasi industri peternakan sapi, tempat ribuan ton kotoran dibuang tanpa diolah, mengotori sungai dan air minum. Di komunitas pertanian, masyarakat setempat menghadapi lonjakan kasus kanker setelah bahan kimia yang digunakan dalam pestisida.
Menurut penelitian Yu, hanya dalam waktu 60 tahun, lapisan akuifer di Central Valley, California, dapat habis, sehingga meninggalkan kawasan tandus yang tadinya menyediakan seperlima sumber air bagi negara bagian itu.
Brockovich, yang menang dalam tuntutan jutaan dolar AS pada 1996 melawan perusahaan energi raksasa "Pacific Gas and Electric" karena mengotori suplai air ke satu kota di California, mengatakan bahwa polusi air menyebabkan masalah kesehatan di seluruh AS.
"Ada 4.000 komunitas di data saya saat ini, dan saya akan terus memperbarui data itu," kata dia ke Reuters.
Aktor dari komik "Tropic Thunder" Black Jack, yang muncul dalam lelucon iklan air kemasan, mengejek perusahaan "Porcelain Springs" karena mengklaim menghasilkan produknya dari limbah --satu konsep yang kurang menjual di AS, meski dipraktekkan di mana saja.
Contohnya di Singapura, sebanyak 30 persen air minum di negara itu diperoleh dari air daur ulang, demikian ditunjukkan film dokumenter tersebut. "Kami pikir, dalam situasi ingin bertahan hidup, bila Anda tidak memiliki air, maka Anda dapat meminum air seni sendiri," kata Brockovich sambil tertawa.
"Saya hanya berpikir tidak ada satu pun dari kita ingin dalam situasi tersebut untuk minum air seni sendiri bila kita dapat membuat pilihan lain saat ini."
Sumber dari polusi termasuk produksi rumah tangga, industri pestisida dan gas alam, film itu juga menahan diri untuk menuduh satu perusahaan atau kelompok perusahaan, meski perwakilan industri menolak untuk diwawancara untuk film itu.
"Film ini bukan berbicara tentang orang jahat," kata Yu. "Industri ini menunjukkan sistem yang membiarkan hal ini terjadi, kita memberikan keuntungan dari ketidaktegasan kepada industri. Beban pengujian diberikan kepada produsen bahan kimia --itu tampak sesuatu yang cacat secara fundamental."
Solusi yang didiskusikan dalam film itu juga termasuk pemahaman yang lebih baik dari Badan Perlindungan Lingkungan dan aturan yang lebih tegas khususnya bagi industri gas alam dan kimia yang menggunakan sistem ekstraksi air dalam pengolahan gas.
"Tidak ada pihak yang ingin industri dan perusahaan itu pergi karena masyarakat membutuhkan pekerjaan, tapi mereka tidak ingin Anda meracuni mereka," kata Brockovich.
"Ada kesempatan saat industri tidak menjadi si jahat, Anda dapat menciptakan pekerjaan dengan air buangan yang lebih baik --bagaimana kita dapat mendaur ulang air, sehingga layak digunakan," tambah Brockovich.
Dalam laporan 2008, Panel Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Perubahan Iklim memperkirakan bahwa pada 2080 hampir separuh populasi dunia tidak memiliki akses ke air bersih. "Kami mendapati negara dunia ketiga memiliki masalah ini," ungkap Brokovich. "Namun bila Anda pikir kita tidak mungkin mengalaminya, coba pikirkan lagi."