Rabu 25 Apr 2012 15:03 WIB

Catatan Konser Dream Theater Suguhan Teatrikal Rock Impian

Rep: andri saubani/ Red: M Irwan Ariefyanto
Dream Theater beraksi dalam konser
Foto: antara
Dream Theater beraksi dalam konser

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Jam menunjukkan pukul sembilan lewat lima menit saat lampu stadion-dalam ruangan Mata Elang Indoor Stadium, Ancol, dimatikan. Musik Dream is Collapsing menandai dimulainya repertoar Dream Theater (DT) dalam konsernya di Jakarta, Sabtu (21/4) malam.

 

Simfoni megah karya Hans Zimmer itu mengantar lima personel DT naik ke atas panggung. Penonton yang sebagian sudah mulai histeris masih harus menunggu intro lagu Bridges in the Sky rampung; gumaman pria nan misterius dan kidung Gregorian akhirnya disambar oleh John Petrucci dengan riff-riff gitarnya. MEIS seperti meledak.

Lagu pertama dengan durasi lebih dari 11 menit itu tampaknya cukup untuk pemanasan penonton. Tapi alih-alih menggeber fansnya dengan lagu yang berat distorsinya, DT memainkan 6.00 dari album Awake (1994) yang relatif ‘enteng’ dan cocok untuk bergoyang. “Kami memiliki pria ini. Dialah alasan kami bisa berada di sini malam ini,” vokalis James LaBrie memperkenalkan Michael ‘Mike’ Mangini, drumer baru DT, pengganti Mike Portnoy yang mundur dari band pada September 2010 lalu.

Penonton mulai panas dan ikut bernyanyi saat lagu Build Up, Break Me Down dimainkan. Sebagian kritikus dan fans menilai, Build Up, Break Me Down adalah lagu DT di album terbaru hasil turunan dari eksplorasi ‘modern metal’ album Train of Thought (2003). RefrainBuild Me Up, Break Me Up memang terasa ngepop namun tunggu sampai Petrucci menghajar penonton dengan melodi gitar khas progresif yang beradu cepat dengan harmoni kibor Jordan Rudess. Fantastik.

Seperti ingin memberi penonton kesempatan bernafas, DT selanjutnya memainkan lagu balada lembut Sorrounded dari album Image and Words  (1992). “I know it’s easier… To walk away than look it in the eye.” Vokal merdu James LaBrie terdengar harmonis dengan kor ribuan penonton di bawah panggung. Lagu berikutnya A Root of All Evil menjadi awal keseimbangan tata suara konser setelah di lagu-lagu sebelumnya, distorsi gitar Petrucci terdengar terlalu dominan.

Belasan tahun penantian

Personel DT adalah ‘yoda’ bagi instrumennya masing-masing. Pendiri DT, Petrucci, Myung, dan Portnoy pernah belajar di Berklee College of Music di Boston, AS. Mangini bahkan sampai sekarang masih berstatus pengajar di sekolah tempat tiga pendiri  DT belajar musik saat mereka masih bocah. Di banyak polling majalah musik, anggota DT selalu terpilih menjadi yang terbaik untuk masing-masing alat musik.

Sejak merilis album monumental Images and Words pada 1992, Dream Theater telah ditunggu belasan tahun oleh penggemarnya di Indonesia. Dua kali diisukan akan mampir ke Jakarta pada awal 2000-an lalu, baru tahun ini mereka akhirnya bertatap muka dengan fans. “Jakarta sangat macet. Ingin rasanya turun dari mobil dan berjalan kaki sambil melambaikan tangan kepada kalian dan bilang sampai jumpa nanti malam,” kata LaBrie, sebelum menyanyikan The Silent Man secara akustik berdua Petrucci.   

Jalanan Jakarta boleh macet tapi penampilan James LaBrie cs boleh dibilang nyaris sempurna tanpa hambatan. Satu yang terasa sedikit mengganggu adalah naik turunnya volume suara bas John Myung. Ini membuat pedal bas drum Mangini terdengar hambar di beberapa lagu. Namun, secara umum DT terlihat serius memberikan suguhan megah bernuansa teatrikal kepada fans dari berbagai rentang umur yang hadir di MEIS.

Jamak dalam konser DT, John Petrucci mengambil ruang di sebelah kiri depan panggung dengan latar susuan rak ampilifier Mesa. Jordan Rudess dengan stand kibor yang bisa berputar 360 derajat ke kanan dan kiri berbagi ruang sebelah kiri panggung bersama John Myung. Yang paling baru tentunya set drum Mike Mangini yang membuat drumer anyar DT itu bermain di dalam kubus raksasa. Adapun James LaBrie, memegang kendali vokal di depan set drum Mangini.   

Tata suara, cahaya, hingga proyeksi visual adalah kesatuan konsep dengan setlist; 15 lagu plus satu aksi drum solo Mike Mangini. Khusus untuk proyeksi visualnya, tersedia tiga panel layar segi enam di bagian belakang pangung dan dua layar lebar ukuran 5x5 meter di kanan dan kiri panggung.

Layar-layar ini seperti ruang pamer skill mumpuni bermusik kelima personel DT. Penonton yang berada di bagian belakang kelas festival atau tribun sekalipun, bisa menyaksikan John Petrucci menyeret jemarinya di atas fret gitar atau jadi tahu kalau Jordan Rudess sesekali mengintip partitur saat memulai melodi kibor lagu DT yang kompleks seperti Outcry. Di lagu On the Backs of Angels, penonton bahkan bisa melihat detail Jordan Rudess memeragakan kepiawaiannya memainkan iPad, gadget yang belakangan seperti menggantikan peran synthesizer. Canggih.

Konser di Jakarta adalah bagian dari tur keliling dunia DT untuk mempromosikan album ke-11, A Dramatic Turn of Events (2011). Enam dari 15 lagu setlist diambil dari album pertama DT tanpa drumer legendaris sekaligus pendiri band, Mike Portnoy. Penerimaan fans terhadap lagu-lagu baru DT cukup lumayan. Penonton terdengar kompak saat ikut bernyanyi On the Backs of Angels danBeneath the Surface.

Konser mendekati klimaks saat DT memainkan secara medley dua lagu dari album Six Degrees of Inner Turbulences (2002). War Inside My Head dan The Test that Stumped Them All menjadi lagu pengantar penonton ber-headbanging. The Spirit Carries On yang dimulai dengan duet intro Rudess dan Petrucci malah terdengar seperti lagu penutup, meski masih ada Breaking All Illusions dan satu lagu Pull Me Under sebagai pamungkas setelah jeda (encore). Dua jam konser yang memuaskan.

Tidak hanya bagi fans, konser di Jakarta sepertinya menyisakan kesan positif bagi personel DT. Lewat akun Twitter-nya, Jordan Rudess, John Petrucci, dan James LaBrie bergiliran menyapa fans mereka usai konser. Jika Petrucci hanya mengucapkan rasa terima kasihnya, Rudess menilai konser di Jakarta adalah salah satu konser terbaik DT yang pernah dirasakannya. Apa komentar LaBrie? “The reception was unreal, very inspiring.”

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement