REPUBLIKA.CO.ID, Cerita tentang Titanic seolah tak pernah habis dan kerap mempesona setiap generasi sepanjang pekan ini saja. Kisah tenggelamnya kapal mewah dalam pelayaran perdana itu menghiasi hampir semua koran di muka bumi. Ada banyak alasan mengapa ce rita tentang Titanic masih kerap menarik. Pertama, Titanic adalah simbol tragedi arogansi manusia. Kedua, Titanic adalah bencana terbesar pertama dalam satu abad sejarah pelayaran mewah.
Dibanding pendahulunya, Lusitania dan Mauretania—kapal mewah milik Cunrad Line—atau dua sister ship-nya, RMS Olympic dan RMS Britannic, hanya Titanic yang bergelar unsinkable, atau tak bisa tenggelam. Sebagai bencana terbesar dalam bisnis pelayaran sipil, cerita Titanic menyimpan potensi untuk dieksploitasi menjadi bisnis skala besar. Barang-barang memorabilianya—berupa properti milik penumpang dan awak—sampai kisah-kisah penumpang yang selamat, terbukti menghasilkan uang.
Kini, jelang Peringatan 100 Tahun Tenggelam Titanic, berbagai acara— yang tentu saja mendatangkan uang—digelar di sejumlah kota di Ing gris dan AS. Sebuah perusahaan pelayaran menawarkan wisata napak tilas perjalanan Titanic dengan tiket antara Rp 45 juta sampai Rp 86 juta.
Titanic adalah bisnis, yang belum habis dieksploitasi meski sebagian besar generasi yang melahirkan kapal itu telah menghuni liang lahat. Na mun, ada satu hal yang membuat Ti tanic menjadi menarik, yaitu misterinya yang memicu ilmuwan kerap melakukan pengkajian dan penelitian.
Suzanne McTaggart, wartawati Yorskhire Evening Post (YEP), adalah salah satu yang kerap tertarik menggali kembali kisah Titanic. Ia yakin, Ti tanic masih akan menarik, tidak ha nya bagi orang Inggris, tapi juga dunia. Dalam laporan berserinya, Mc Tag gart berupaya membawa pembacanya ke suasana Inggris—terutama Yorskhire dan Southampton—saat kabar Titanic tenggelam muncul. Ia mewawancarai Helen Dufton, wanita berusia 107 tahun yang masih menyimpan kenangan akan suasana Yor kshire pada 16 April 1912.