Sabtu 21 Apr 2012 01:15 WIB

Terapi Musik ala Turki

Rep: indah wulandari/ Red: M Irwan Ariefyanto
Dua dokter Turki tengah memberikan terapi musik kepada pasiennya
Foto: Turkishforum.com.fr
Dua dokter Turki tengah memberikan terapi musik kepada pasiennya

REPUBLIKA.CO.ID,Sejarah peradaban Islam mengenal terapi kejiwaan dengan mendengarkan musik. Para ilmuwan Islam dari Turki telah mengembangkannya sejak abad ke-8 Masehi. Beberapa ilmuwan besar Turki tercatat sebagai perintis terapi musik, di antaranya Zekeriya Er-Razi (854-932 M). Secara khusus, ia menggunakan prinsip-prinsip ilmiah mengenai pengobatan dengan musik, terutama untuk gangguan psikologis.

Seiring kemunculan teori terapi musik tadi, bermunculan pula para musisi legendaris di era keemasan Islam. Mereka, di antaranya Abu Yusuf Yaqub Ibnu Ishaq al-Kindi (801-873 M), dan al-Farabi (872-950 M). Tak sekadar menampilkan keindahan bermusik, mereka juga menjadikan musik sebagai media pengobatan.

Secara ringkas, pengobatan menggunakan media musik tercipta dari sebuah proses yang terjadi antara seorang terapis dan pasiennya. Gelombang dalam not-not musik dipercaya sanggup memulihkan kesehatan tubuh seseorang.

Penjelasan R Saoud dalam tulisannya bertajuk The Arab Contribution to the Music of the Western World menyebutkan, al-Kindi sebagai psikolog Muslim pertama yang mempraktikkan terapi musik. Pasalnya, pada abad ke-9 M, al-Kindi sudah menemukan nilai-nilai pengobatan pada musik. “Dengan terapi mu sik, al-Kindi mencoba menyembuh kan seorang anak yang mengalami kelumpuhan total,” papar Saoud.

Begitu pula yang dikembangkan ilmuwan Muslim lainnya, al-Farabi. Dikenal dengan aliran ilmu Alpharabius dalam risalah berjudul Meanings of Intellect, al-Farabi telah membahas efek-efek musik terhadap kesehatan jiwa dalam manuskripnya itu.

Terapi musik berkembang kian pesat pada era kekhalifahan Turki Usmani. Perkembangan terapi musik di masa kejayaan Turki Usmani diungkap oleh sejarawan kedokteran Islam dari Fakultas Kedokteran Universitas Cerrahpasa, Istanbul, Turki, Prof Nil Sari. Menurutnya, pemikiran yang dicetuskan ilmuwan Muslim seperti al-Razi, al-Farabi, dan Ibnu Sina tentang terapi musik, dikembangkan kemudian oleh para ilmuwan di zaman kejayaan Turki Usmani. Mereka, antara lain, Gevrekzade, Suuri, Abbas Vesim, Ali Ufki, Kantemiroglu, serta Hasim Bey.

“Para ilmuwan Muslim di era kejayaan Ottoman itu sangat tertarik untuk mengembangkan efek musik pada pikiran dan badan manusia,” ujar Nil Sari.

Bahkan, Abbas Vesim dan Gevrekzade mengusulkan agar musik dimasukkan dalam pendidikan kedokteran. Mereka berpendapat, seorang dokter yang baik perlu menempuh sesi latihan musik. Usulan ini diterapkan di universitas-universitas hingga akhir abad pertengahan. Saat itu, di sekolah kedokteran, ilmu tentang musik sejajar dengan ilmu penting lainnya, seperti aritmatika, geometri, dan astronomi.

Kepercayaan mengenai manfaat musik bagi tubuh manusia tumbuh di kalangan masyarakat Turki pra-Islam. Nil Sari meyakini, kekuatan kosmos diciptakan oleh Sang Pencipta dengan kata ‘ku’/ ‘kok’ (suara). Sedangkan, kekuatan kosmik terbesar seperti yang tertulis dalam Alquran adalah Allah SWT, pencipta langit dan bumi.

Kepercayaan itu berlanjut setelah Islam masuk ke Turki. Peradaban Islam di era Turki Usmani meyakini bahwa musik yang dihasilkan dari sumber suara yang indah dapat menjadi alat terapi. Musik diyakini dapat menyeimbangkan kondisi badan, pikiran, dan emosi, sehingga terbentuk harmoni dalam diri seseorang.

Pada era Kesultanan Turki Usmani, terapi musik biasanya digunakan untuk beberapa tujuan, seperti pengobatan kesehatan mental, perawatan penyakit organik, serta menyeimbangkan kesehatan badan, pikiran, dan emosi. Musik juga diyakini bisa membuat seseorang tertidur, sedih, bahagia, dan bisa pula memacu tingkat kepintaran seseorang.

Ada sekitar 80 ragam tipe melodi yang berkembang di masyarakat Turki Usmani. Sebanyak 12 di antaranya bisa digunakan sebagai alat terapi. Menurut Nil Sari, dari teks-teks tua dapat disimpulkan bahwa para ilmuwan di era Ottoman sudah mampu menetapkan bahwa jenis musik tertentu dapat mengobati penyakit tertentu. Misalnya, jenis musik huseyni dapat mengobati demam. Sedangkan, jenis musik zengule mampu mengobati meningitis.

Keahlian ilmuwan Turki tadi baru bisa dibuntuti ilmuwan Barat pada abad ke-17 Masehi. Salah satunya Robert Burton, melalui karyanya The Anatomy of Melancholy. Menurut Burton, musik dan menari dapat menyembuhkan sakit jiwa.

Sementara di Amerika Serikat, perkembangan terapi musik mulai terjadi sekitar 1944. Bahkan, Michigan State University membuka program sarjana terapi musik. Disusul berdirinya The American Music Therapy Asso ciation (AMTA) pada 1988. Organisasi ini merupakan gabungan dari National Association for Music Therapy (berdiri pada 1950) dan the American Association for Music Therapy (berdiri 1971). 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement