REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Organisasi lingkungan hidup WWF Indonesia menerbitkan buku berjudul "The Human Heart of Borneo" yang memaparkan tradisi, cara hidup, kebudayaan, dan kesalinghubungan dengan alam dari masyarakat Dayak di Kalimantan.
Buku yang diluncurkan di Jakarta, Kamis dan ditulis oleh berberapa kontributor peneliti maupun masyarakat asli ini mengungkapkan bagaimana selama berabad-abad masyarakat Dayak menggunakan pengetahuan dan nilai-nilai lokal untuk mengatur kekayaan alam yang mereka punya secara berkelanjutan.
"Ya, kayu adalah emas, namun bukanlah jenis emas yang baik bagi kami. Saya akan melindungi hutan di daerah saya, karena makna hutan bagi masyarakat Dayak adalah kehidupan," kata salah satu kontributor yang juga merupakan Ketua Adat Hulu Bahau di Kalimantan Timur, Anye Apui.
Anye mengingatkan bahwa terdapat ikatan yang sangat dalam dari identitas masyarakat Dayak terhadap hutan.
Sementara itu aktivis WWF Malaysia Jayl Langub mengatakan bahwa publikasi ini membantu masyarakat umum untuk mengerti peran kunci anggota suku Dayak dalam pemeliharaan hutan tropis dataran tinggi di pulau Kalimantan yang tersebar di Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam.
"Saya percaya bahwa dengan membagi sedikit cerita suku Dayak, mereka yang tidak tinggal di hutan dapat merasakan, belajar, dan mengapresiasi identitas, kesenian, kerajinan tangan, dan gaya hidup suku asli Pulau Borneo," kata Jayl.
Orang Dayak menurut Jayl dapat hidup secara berkelanjutan di hutan Kalimantan karena mereka tidak menganggap diri sebagai pemilik hutan dan tanah, melainkan penjaga.
Peluncuran buku "The Human Heart of Borneo" ini merupakan bagian dari forum bertajuk "Green Economy for People, Planet, and Prosperity" yang diadakan WWF sebagai rangkaian memperingati hari bumi yang jatuh pada 22 April.