REPUBLIKA.CO.ID,DENPASAR--Sebagian besar dari luas lahan subak di perkampungan seniman Ubud, Kabupaten Gianyar, Bali, beralih fungsi menjadi lokasi pembangunan hotel, restoran, dan fasilitas pariwisata lainnya.
"Subak Muwa, misalnya, dulunya memiliki luas 40 hektare, namun kini hanya tinggal 4 hektare," kata Prof.Dr. I Wayan Windia, M.S., Ketua Grup Riset Sistem Subak Ubud di Denpasar, Rabu.
Guru Besar Universitas Udayana itu mengatakan bahwa alih fungsi lahan pertanian itu secara ekonomis memang memberikan keuntungan ekonomi yang besar sehingga lahan subak semakin menyempit.
Kendati demikian, lanjut dia, petani anggota subak tetap melakukan kegiatan sesuai dengan prinsip Tri Hita Karana, yakni hubungan yang serasi dan harmonis antara sesama manusia, lingkungan, dan Tuhan Yang Maha Esa.
"Namun, kegiatan subak tidak dapat terlaksana secara maksimal dan lahan yang beralih fungsi menjadi kegiatan pariwisata lepas dari aktivitas lembaga subak dan selanjutnya menyatu sebagai suatu kegiatan lembaga ekonomi," tutur Prof. Windia.
Di antara lahan subak di sekitar perkampungan Ubud, kata dia, masih ada yang tidak beralih fungsi, misalnya, subak Lodtunduh tetap mampu menjaga kelangsungan lahan pertaniannya.
Subak yang beranggotakan 70 petani itu menggarap lahan seluas 30 hektare memiliki kelebihan dan keunggulan dibanding subak lainnya yang ada di Bali.
Ubud menjadikan subak tersebut sebagai proyek percontohan dalam melestarikan sawah dan sistem pengairan tradisional dalam bidang pertanian.
Seluruh petani subak tersebut sepakat untuk memiliki perilaku dan keteguhan untuk tidak menjual sawah. Kalaupun terpaksa menjualnya, harus ada kesepakatan fungsi sawah itu tetap dapat dipertahankan dan dijamin tidak beralih fungsi.
Perilaku petani yang demikian itu diharapkan bisa ditiru oleh petani-petani lainnya di Bali sehingga subak ke depan akan tetap kokoh dan eksis di tengah perkembangan dan persaingan ekonomi Bali yang sangat ketat, katanya.
Hal itu perlu menjadi penekanan, dengan harapan alih fungsi lahan pertanian ke depan dapat dihindari atau tidak separah sekarang sehingga subak tetap dapat dipertahankan keberadaannya di Bali, kata Prof. Windia.
Menurut dia, hal itu penting mengingat alih fungsi lahan pertanian di Bali dalam kurun waktu lima tahun terakhir ini sangat mengkhawatirkan sehingga bisa mengancam ketahanan panngan di daerah tersebut.
"Alih fungsi lahan pertanian selama lima tahun itu seluas 5.000 hektare, atau setiap tahunnya rata-rata 1.000 hektare," ujar Prof. Windia.