Selasa 13 Mar 2012 16:33 WIB

Mendesak, Perawatan Manuskrip Nusantara

Rep: Siwi Tri Puji/ Red: Ajeng Ritzki Pitakasari
Tenaga ahli tengah melakukan perawatan terhadap manuskrip kuno
Foto: Republika/Siwi Tri Puji
Tenaga ahli tengah melakukan perawatan terhadap manuskrip kuno

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Manuskrip nusantara berburu dengan waktu menuju kepunahan. Menurut Direktur Yayasan Rumah Kitab, Lies Marcoes natsir, tanpa upaya penyelamatan segera, warisan budaya itu makin lapuk tergerus usia. "Biarkan naskah tetap di tangan pemiliknya, namun beri keterampilan pada mereka cara menjaganya," katanya.

Survei kecil-kecilan yang dilakukan staf Rumah Kitab di Pesantren Buntet menunjukkan bagaimana bentuk kecintaan kepada manuskrip dapat membahayakan manuskrip itu sendiri. "Dengan tujuan agar manuskrip aman, manuskrip itu disimpan di lemari namun tanpa teknik penyimpanan yang benar. Akibatnya sejumah manuskrip kini sudah benar-benar rapuh atau mungkin sudah tak bisa diselamatkan," kata Lies.

Menurut dia, salah satu losusi adalah dengan digilatisasi manuskrip. "Naskah dapat diperpanjang usianya dengan menyimpan koponya dalam bentuk foto atau film," katanya.

Manuskrip adalah warisan budaya berupa karya tulis masa lampau. Sejak abad ke-16, cendekiawan Tanah Air telah tersohor di mancanegara melalui buah karyanya. Dari keseluruhan manuskrip yang saat ini sudah terdokumentasi, 90 persen merupakan manuskrip keislaman.

Untuk membantu menjaga pelestarian manuskrip ini, bersama Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Yayasan Rumah Kitab menyelenggarakan training  pelestarian manuskrip. Training ini bertujuan untuk mengenalkan metode perawatan manusrip kepada para pemilik dan santri senior dari Pesantren Babakan Ciwaringin dan Buntet. "Ini hanyalah salah satu tahap dari empat tahapan  bagaimana manuskrip dapat dirawat diperpanjang umurnya dan dapat dibaca," kata Lis lagi

Dalam penyelamatan manuskrip, PPIM dan Yayasan Rumah Kitab melakukan pendekatan yang berbeda terhadap naskah. Naskah  manuskrip tidak diambil atau dipindahkan dari pesantren atau pemiliknya melainkan pemiliknya diberdayakan melalui sejumlah tahapan training. Proses digitalisasi dilakukan di pesantren dimana manuskrip tersimpan.

Sementara pemberdayaan dilakukan secara bertahap. Pertama training teknik perawatan naskah/manuskrip, bagaimana memeliharanya dengan benar. Langkah kedua adalah mendigitalisasikan naskah.

Proses ini membutuhkan pengetahuan yang juag benar agar dalam proses digitalisasi tak merusak nasah. Tahap ketiga adalah membaca manuskrip. "Itu tentu tergantung kepada isi manuskripnya, apakah itu Jawi (Arab) atau Pegon (non Arab/bahasa lokal). Dan terakhir adalah menulis ulang naskah. Semua itu hanya mungkin dilakukan  jika kita melakukannya dengan penuh kecintaan kepada manuskrip," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement