Rabu 21 Dec 2011 07:00 WIB

Menikmati Dunia Dalam Satu Ruang

Rep: Agung Sasongko/ Red: Agung Vazza
Lukisan Candi Borobudur, salah satu karya Iwan Sulistyo yang dipamerkan di TIM, Jakarta, Selasa (20/12).
Foto: Republika/Agung Sasongko
Lukisan Candi Borobudur, salah satu karya Iwan Sulistyo yang dipamerkan di TIM, Jakarta, Selasa (20/12).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Menikmati dunia dalam satu ruang. Begitulah kesan yang terasa dalam pameran tunggal pelukis ekspresionis, Iwan Sulistyo di Galeri Cipta III, Pusat Kesenian Jakarta, Taman Ismail Marzuki.

Untuk pameran tunggalnya ke-15 ini, Iwan bekerja sama dengan Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) dan mengambil tema 'Aku, Nusantara dan Jagad'. Tema ini mewakili perjalanan panjang sosok Iwan berkeliling dunia sebagai seorang pengusaha dan pemilik waralaba jaringan ritel, Alfamart. "Saya jalan-jalan bukan karena senang berpergian, tapi urusan bisnis," kata Iwan, yang akrab disapa Jebe, saat berbincang dengan republika.co.id, di sela pameran, Selasa (20/12) malam.

Setiap perjalanan bisnisnya, baik di dalam negeri ataupun luar negeri, ia begitu menikmati setiap detail apa yang disaksikan. Selepas mengabadikan lewat jepretan kamera, ia segera menuangkan hasil pencitraan indera penglihatannya ke kanvas. Hasilnya, karya-karya itu dapat dinikmati publik dalam pameran yang berlangsung mulai 20 Desember-30 Desember 2011 ini.

"Saya orang yang menikmati apa yang terlihat mata. Saya tidak tahu apa maknanya, tapi saya menikmatinya," begitulah komentar Iwan yang sudah berkiprah sejak 1984.

Ayunan kuas yang lugas, berikut pemilihan warna yang tegas, karya-karya Iwan terkesan emosional. Ia gambarkan bagaimana seorang Iwan melihat sebuah mahakarya manusia begitu manusiawi. "Saya seolah memandang dengan sudut pandang mata ikan (eye fish). Harapannya lukisan saya membawa orang terinspirasi," tambah Jebe.

Karyanya berjudul Halaman Klenteng di Pontianak misalnya. Karyanya ini lahir setelah ia berkunjung ke Kalimantan Barat. Ia melihat satu kehidupan klenteng yang begitu harmoni, tenang dan kaya nuansa spritual. Sisi emosional itu, lalu tertuang dalam dominasi warna merah. Dalam tradisi Tionghoa, merah memiliki makna sesuatu yang kuat, sejahtera, membawa keberuntungan.

"Sekali lagi, saya tidak paham soal itu, tapi saya menikmati suasana klenteng tersebut. Lukisan ini salah satu favorit saya," kata dia.

Karya lainnya Candi Borobudur. Di karya ini, Jebe seolah ingin menyadarkan keindahan dan kedahsyatan peninggalan budaya Indonesia yang diakui dunia ini. Ia prihatin, begitu banyak masyarakat Indonesia yang tidak menghargai budayanya sendiri. "Banyak tempat mempesona di Indonesia yang tidak diketahui," ungkapnya.

Karya lain, Colosseum. Iwan coba gambarkan peninggalan kekaisaran Romawi itu, dengan nada tegas. Penggambaran Colosseum sebagai sebuah peninggalan yang kokoh dan terhormat, dinilainya mirip manusia, yaitu sebagai saksi zaman.

Penata Artistik TIM, Sriwarso Wahono, menilai karya-karya Jebe merupakan bentuk sejati sebuah pengembaraan. Adalah hal yang sulit untuk reka ulang, memindahkan keindahan ke dalam sebuah kanvas. "Beruntung bagi pelukis yang mendapatkan penggambaran objek demikian indah, namun sulit untuk mereka yang kurang beruntung lantaran objek yang mereka lihat tak lagi indah," kata Sriwarso.

Ketua Aprindo, Pudjianto menilai sosok Jebe merupakan seorang pelukis sejati. Pelukis sejati itu harus memenuhi empat hal, yakni teknik melukis, konsistensi, imajinasi dan kreativitas, serta vitalitas. "Saya kira Iwan memenuhi empat hal itu," kata dia.

Setiap karyanya, ungkap Pudjianto, begitu tegas dan lugas. Lukisannya mudah dipahami tapi terkandung makna mendalam. Ia juga memiliki teknik yang terus berkembang. Konsistensinya pun terjaga dimana persoalan ini merupakan penyakit kronis yang kerap menerpa pelukis. Padahal ia seorang yang sibuk berbisnis.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement