Rabu 09 Nov 2011 18:35 WIB

Pemenang Kompetisi Batik di AS Dihadiahi Wisata Belajar Batik

Pemenang Kompetisi Batik di AS berfoto bersama Menko Perekonomian Hatta Rajasa, Rabu (9/11), Hotel Palace, San Fransisco.
Foto: Republika/Nasihin Masha
Pemenang Kompetisi Batik di AS berfoto bersama Menko Perekonomian Hatta Rajasa, Rabu (9/11), Hotel Palace, San Fransisco.

REPUBLIKA.CO.ID, SAN FRANCISCO – Kedutaan Besar Indonesia di Washington menggelar kompetisi batik di Amerika Serikat. Tim juri, seperti dilaporkan wartawan RepublikaNasihin Masha, memutuskan ada sembilan pemenang. Masing-masing ada tiga orang juara satu (hadiah 5.000 dolar AS), tiga juara dua (2.500 dolar AS), dan tiga juara tiga (1.500 dolar AS).

Tak hanya hadiah uang, tiga juara tersebut juga mendapat paket wisata ke Indonesia senilai 15 ribu dolar AS selama dua pekan. Mereka akan ke Yogyakarta, Bali, Mataram, Makassar, dan Palembang. Mereka akan mempelajari aneka ragam batik di Indonesia. Menko Perekonomian Hatta Rajasa dan Ibu menyerahkan hadiah secara simbolis kepada pemenang.

Tiga pemenang juara satu adalah Kelly Cobb dengan rancangan bertajuk Indigo Batik with Code, Elizabeth Urabe dengan tema rancangan Define Unity, dan Joanne Gigliotti dengan rancangan The Sun Rises in the East and The Light the West. Adapun enam pemenang lainnya adalah untuk juara dua; Jennifer Doheny, Nikki Pison, Jamie Stearn S. Juara tiga; Ariana Toft, Ashley Bowman, dan Carol Stueur.

Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat, Dino Patti Djalal mengatakan, sejak batik diakui Unesco sebagai warisan dunia asal Indonesia, maka sudah saatnya batik go international. Karena itu, Indonesia harus secara sistematis mengenalkan batik pada dunia. Salah satunya dengan menggelar Kompetisi Rancang Batik Amerika. “Kita harus siap dengan interpretasi batik menurut banyak budaya di dunia,” ujarnya.

Sejak diluncurkan 18 April 2011, katanya, ada sekitar 100 peserta yang masuk dari 18 negara bagian. Semua karya itu dinilai lima orang juri, yaitu Leesa Hubel (AS), Martha Blackwelder (AS), Linda Fliam (Indonesia), Tutik Handayani (Indonesia), dan Agus Nugroho Ismoyo (Indonesia). “Awalnya saya khawatir kualitasnya tak bagus, tapi ternyata luar biasa: detil dan filosofinya. Kualitas seninya tinggi sekali,” kata Dino. Namun ia mengakui mereka hanya membuat rancangan grafisnya saja, sedangkan tekniknya mereka belum paham. Untuk itulah mereka akan diajak ke Indonesia.

“Dengan cara ini kita tak takut dengan pencurian batik. Makin banyak orang tahu makin bagus. Karena nanti ada macam-macam batik,” katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement