Jumat 12 Aug 2011 20:44 WIB

Jalan Jihad Sang Dokter

Red: cr01
Ketua Mer-C, dr Joserizal Jurnalis.
Foto: Republika/Bambang Topo
Ketua Mer-C, dr Joserizal Jurnalis.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Bersentuhan dengan ranah perang, konflik, dan bencana selama 12 tahun telah memberikan banyak kisah dan hikmah bagi MER-C dan para relawan yang terlibat di berbagai misi kemanusiaannya.

Berawal pada 1999, MER-C mengirimkan relawannya ke Maluku, sebuah wilayah yang saat itu tengah bergejolak akibat konflik SARA. Beranjak dari pengalaman konflik Maluku inilah, organisasi MER-C kemudian lahir dan diresmikan tepatnya pada 14 Agustus 1999 dengan prinsip profesional, netral, mandiri, sukarela, dan mobilitas tinggi.

MER-C selalu berkomitmen untuk membantu sesama manusia tampa memandang perbedaan di antara mereka. Hal ini dibuktikan ketika MER-C mengirimkan relawannya ke Afghanisan, Irak, Iran, Palestina, Lebanon Selatan, Kashmir, Sudan, Filipina Selatan, Thailand Selatan, dan masih banyak lagi.

Begitu juga ketika mengawal kesehatan Ustadz Abu Bakar Ba'asyir, Ustadz Abu Jibril, almarhumah istri almarhum Panglima GAM Ishak Daud, orang-orang yang dipenjara karena tuduhan "teroris"—almarhum Imam Samudera, Amrozi, Ali Gufron, dan lain-lain—dan narkoba, serta Komjen Pol Susno Duadji.

Dan jika konflik dan bencana begitu identik dengan MER-C, ada satu nama yang saat ini begitu menyatu dengan lembaga ini, yakni Joserizal Jurnalis!   

Masa kecilnya Jose habiskan di kompleks IKIP, Padang dan bersekolah di PPSP (Proyek Perintis Sekolah Pembangunan) yang jumlahnya sedikit di Indonesia waktu itu. Kejujuran, tampaknya sangat ditekankan betul oleh kedua orangtuanya. Jose tidak dituntut untuk meraih prestasi setinggi mungkin. Namun ia dituntut untuk menggapai prestasi dengan cara yang jujur.

Prinsip tersebut dipegangnya secara erat. Oleh karena itu, sewaktu kuliah di Fakultas Kedokteran UI, Jose memilih tidak bergabung dengan salah satu organisasi mahasiswa Islam yang cukup kuat di kampus. Dia tidak setuju dengan ulah sebagian mahasiswa yang menempatkan organisasi tersebut sebagai alat untuk memperoleh kekuasaan. Selain itu, ada beberapa anggotanya yang tidak konsisten. Mereka bicara tentang perjuangan Islam, tetapi masih nyontek di kelas.

Selepas kuliah, kariernya sebagai dokter dimulai di Puskesmas Lubuk Buaya, Kecamatan Koto Tengah, Padang. Sedangkan di Tual, sekitar 540 kilometer dari kota Ambon, merupakan kawasan konflik yang pertama kali didatangi pada 1999. Setibanya di Tual, tepatnya di depan masjid Al-Hurriyah, Jose bersama koleganya; Syafik dan Basuki langsung bekerja melakukan operasi minor meski dengan segala keterbatasan.

Meja operasinya adalah teras Masjid, tanpa kasur, bahkan alas koran sekalipun. Beberapa kali mereka bekerja di bawah sorotan lampu senter karena aliran listrik sering mati. Pernah, Jose menemukan kasus korban yang tangannya putus terkena bom. Karena tidak ada alat, akhirnya dia menggunakan gergaji kayu untuk operasi tulang. Dia juga terpaksa menggunakan madu sebagai pengganti antibiotik.

Setelah Tual, Jose seperti 'ketagihan' berjihad. Bersama koleganya di MER-C, ia terjun ke Aceh dan Yogyakarta. Bahkan, mereka melanglang buana ke berbagai negara yang dilanda konflik.

Tercatat, tahun 2001 terjun ke Kandahar, Afganistan, 2002 menjadi relawan dalam perang Irak, 2005 menangani korban gempa di Kashmir, Pakistan. Dan tahun 2009 terjun langsung ke "penjara terbesar" di dunia, Gaza Palestina. Atas sumbangan masyarakat Indonesia tim MER-C tengah membangun sebuah rumah sakit. Jika kelak berdiri, RS Indonesia itu akan menjadi RS pertama di Gaza Utara.

Lalu, apa yang membuat seorang Joserizal Jurnalis seakan tak kenal lelah berjihad? Menurut Jose kuncinya, lakukan sesuatu dengan ikhlas. "Dan selalu berusaha lebih keras untuk ikhlas, maka Allah akan mempermudahnya dengan mempertemukan orang-orang yang memiliki gelombang yang sama," ujarnya.

"Sebaliknya, jika dilandasi maksud buruk atau tidak tulus, sekalipun sudah duduk dan bicara panjang lebar, tetap saja seperti ada hijab yang menghalanginya. Namun ikhlas merupakan kondisi yang harus diusahakan karena dia bisa juga menghilang," lanjutnya.

Pengalamannya mempertaruhkan nyawa dengan menandatangani "kontrak kematian" saat memutuskan memasuki kawasan konflik seperti Gaza, akan mampu menginspirasi dan mengobarkan semangat kemanusiaan.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement