REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Pohon Kaili yang merupakan tanaman khas Sulawesi Tengah terancam punah karena banyak dimanfaatkan masyarakat tanpa memperhatikan proses budidaya selanjutnya.
Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten Sigi Agus Rahmat Lamakarate di Sigi, Senin, mengajak masyarakat setempat untuk menanam dan melestarikan pohon yang dalam bahasa setempat disebut rego.
"Bolehlah kita menebang pohon, tapi yang sudah tua atau mau mati saja," katanya usai menanam sejumlah bibit pohon kaili dalam rangka memperingati Hari Lingkungan Hidup se-Dunia.
Dia mengatakan, masyarakat banyak menebang pohon kaili untuk dijadikan arang, kayu bakar, atau keperluan lainnya. "Ini yang terus kita coba untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga lingkungan agar terhindar dari bencana," kata Agus.
Menurutnya, pohon kaili merupakan kebanggaan masyarakat Sulawesi Tengah karena tanaman tersebut juga merupakan nama suku terbesar di Sulawesi Tengah. "Jangan biarkan pohon ini punah. Kasihan anak cucu kita jika harus melihat pohon kaili melalui foto atau buku pelajaran di sekolah," kata Agus.
Pohon kaili saat ini susah ditemukan, kalaupun ada hanya tumbuh liar di tepian sungai atau di dataran rendah. Pohon kaili diperkirakan jumlahnya sekitaran ratusan batang saja.
Pohon kaili bisa tumbuh setinggi hingga 50 meter dengan diameter satu meter. Pohon ini memiliki batang lurus dengan sedikit cabang.
Selain pohon kaili, di Sulawesi Tengah juga tumbuh pohon endemik yang juga menjadi kebanggaan masyarakat yakni pohon eboni yang berkayu hitam.
Pemerintah sudah melarang penebangan pohon eboni karena jumlahnya yang semakin sedikit.
Saat ini kayu hitam banyak diselundupkan ke Tawau, Malaysia, melalui jalur laut oleh masyarakat yang berada di sekitar Kabupaten Donggala.
Polisi sendiri beberapa menggagalkan penyelundupan kayu hitam dengan mengamankan ratusan batang kayu senilai ratusan juta rupiah.