Kamis 23 Jun 2011 10:40 WIB

Prihatin PSSI, Andrea Hirata Luncurkan "Sebelas Patriot"

Red: cr01
Andrea Hirata
Foto: the-comics.com
Andrea Hirata

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pengorbanan seorang ayah, cinta seorang anak, kegigihan menggapai mimpi menjadi pemain sepak bola nasional dan patriotisme mewarnai novel terbaru Andrea Hirata, "Sebelas Patriot" yang segera dapat ditemui di toko-toko buku mulai pekan ini.

"Novel ini saya harap bisa mengingatkan kita akan pentingnya PSSI (Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia) bagi kita. Ini momen yang tepat di mana PSSI saat ini sedang dalam status quo dan tak memiliki kepemimpinan," katanya dalam peluncuran novelnya yang ketujuh itu di Belitong, pekan lalu.

Dalam novel ini, penulis novel tetralogi Laskar Pelangi yang fenomenal itu, menyatakan tidak ingin lagi bertele-tele dengan mendasarkan novel pada pertanyaan-pertanyaan retorik seperti bukunya yang lain, misalnya Maryamah Karpov yang membuat dahi berkerut. "Tapi lebih kepada logika mekanik di mana kehidupan sepanjang 70 tahun dikisahkan dalam novel setipis 101 halaman," urainya.

Gaya penulisan seperti dalam novel terbaru ini, lanjut dia, didapatnya setelah belajar sastra di Iowa University, Amerika Serikat, tempat kelahiran penulis termasyur Mark Twain, yang berlangsung pada Juli hingga November 2010.

Laskar Pelangi, novel pertamanya hingga Cinta Dalam Gelas yang merupakan novelnya yang keenam, ia akui, dibuat tanpa pernah belajar sastra. Andrea hanya menulis, memotret isu besar dari sebuah pulau terpencil. Ia baru bisa memiliki inspirasi penulisan justru setelah berada jauh dari kampung halamannya.

Di buku Sebelas Patriot, Andrea sudah mengelaborasi teknik-teknik baru. Jiwa dari sebuah kisah di mana kisah harus terus terpelihara benang merahnya dengan karakter-karakter yang terjaga. "Karena itu saya harap novel ini lebih bermakna dan berbobot," kata anak dari pasangan Masturah dan Seman Said Harun itu.

Menurut Andrea, tema Sebelas Patriot berkisar seputar sepak bola yang belum pernah ada sebelumnya, serta bagaimana menangkap ide besar dengan isu yang relevan. Buku ini terinspirasi foto ayahnya. "Ayah saya tidak boleh menang dari Belanda, tapi ayah melanggar dan memasukkan gol ke gawang mereka," tuturnya.

Ia juga mengaku tak tertarik lagi dengan keindahan kata-kata namun tak memberi dampak, dan lebih memilih menulis dengan gagasan yang menggerakkan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement